Sunday, October 23, 2011

Published 9:55 PM by with 0 comment

Lift dan Pak Satpam

Suatu hari di sebuah kantor rektorat, tiga anak bertampang cupu dan satu anak bertampang keren (yang bertampang keren gue dong) memasuki gedung rektorat dengan gaya sales wajan *eh, nggak ding. Maksud dan tujuannya adalah ingin menemui ibu dosen pembimbing kita yang konon katanya sering bertapa di kantor tersebut.

Waktu itu hari Jumat. Dan saya baru kali itu ke rektorat pas hari Jumat, lobby sedang disulap jadi tempat solat berjamaah.

"Wah ada sholat Jumat!" seru anak yang keren. --> ini makhluk dari negara mana sih nggak pernah tau Sholat Jumat.

Lalu empat anak manusia itu naik ke lantai tiga pake lift. Mencet bel - ting tong, halo ada orang? *eh, salah ya - Pintu lift kebuka. Mereka masuk dengan tenang. Sampe mereka menyelesaikan segala urusan dengan ibu dosen, segala sesuatunya masih berjalan normal dan damai.

Kemudian semuanya berubah ketika negara api menyerang *mulai ngelantur - satu orang teringat hobi bodohnya pas jaman SMA dulu : mencet semua tombol angka di lift sesaat sebelum keluar dari lift. Jadinya orang-orang yang naik lift ngelus dada menghadapi lift yang berenti di tiap lantai, udah kayak mikrolet aja ya. Hahaha. Dia antara sabar dan prihatin. Pikirnya, ini anak-anak dari gua mana sih yang main lift kayak gini? Hahaha.

Herannya hobi itu ingin diulanginya lagi di saat dia sudah kuliah. #kangenmasamasabodoh

Begitu masuk lift. Lantai 4.
C : mencet2 tombol lift yuk.. mau nggak? mumpung sepi
W, P, I : arek gak nggenah.. lak mesti aneh-aneh bla bla bla *marahin*

Lantai 3.
Penumpang lift lain turun. Di depan lift Pak Satpam ngelirik ke arah lift.

Lantai 2.

Lantai 1
. Pintu terbuka.
Keempat anak ini : (mencet tombol close, trus tombol 1,2,3,4 sambil cekikikan)

Lantai 2.

Lantai 3. Pak Satpam ngelirik ke arah lift.
Keempat anak ini otomatis pasang tampang manis kayak nggak punya dosa.
Pak Satpam : (dalam hati) koq kayaknya pernah tau?
Pintu nutup.
Keempat anak ini : (cekikan seru)

Lantai 4. Pencet2 lagi. Lift bergerak turun.

Lantai 3. Pak Satpam lagi. Kali ini mengernyitkan kening.
Keempat anak ini pasang tampang manis (lagi).
Pak Satpam : (dalam hati) lho ini liftnya nggak gerak kali'ya?
Pintu nutup.
Keempat anak ini : (ngakak abis sampe lantai 1)

Begitu keluar dari gedung.

C : WAJAHKU NGELINTEK!!! Huaaa (histeris)

Dasar budhe-budhe sableng. Hahahahaha.

*cerita lama~
Read More
      edit

Wednesday, October 19, 2011

Published 12:20 AM by with 0 comment

Our Pan Cakes Time


sometimes, it's hard to tell how much we love each others,
how much we want to spend our time together,
how many story we need to share

But when the drinks come to our table, it's all completed
The never-ending story begins
And laughs cure all pains



And magic comes in every bite of this beautiful cakes : PAN CAKES!
We love pan cakes, so much :)
Yap, lovely buddies. Let's cure our heart with that magic cakes :)
Read More
      edit

Saturday, October 8, 2011

Published 10:49 AM by with 0 comment

Semangat dan segalanya!

Aku sedang jengah menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sejujurnya tidak pernah aku jawab. Aku hanya satu unit manusia yang diciptakan Allah, tak berbeda dengan manusia lainnya. Tidak ada hal yang membuatku merasa lebih tinggi daripada manusia lain sampai kapanpun. Segala hal yang pernah kalian katakan tentangku kadang cukup merisaukan. Chyntia itu kelewat sibuk. Chyntia itu sok sibuk. Chyntia lagi banyak pikiran. Chyntia suka ngilang, nggak pernah maen lagi.

Mungkin kalau sedang tidak lelah, aku menjawab dalam hati, aku tidak sibuk, hanya berusaha agar useless time ku berkurang, biar nanti kalau sudah waktunya mempertanggungjawabkan waktuku, aku tidak lagi bingung mencari alasan yang tidak pasti. Aku memang banyak pikiran, tapi semata-mata karena aku menyadari aku punya kapasitas untuk itu. Seperti halnya cangkang kapsul berkapasitas tertentu, tidak boleh diisi kurang dari 75% nya. Aku bukannya menghilang, aku masih di sini, bahkan aku berusaha menunjukkan bahwa AKU ADA. Aku tidak ingin diciptakan sia-sia. Hanya itu.

Kadang aku malu pada diriku sendiri, dan pada semuanya. Malu ketika amanah membuatku lelah dan mengeluh. Malu mengakui apa yang dibebankan padaku saat ini terasa berat. Malu ketika jengah berinteraksi dengan orang lain, meluruskan ketidaksepahaman, meredam emosi. Malu ketika tugasku tak terselesaikan dengan baik. Sering aku berkata sinis pada diri sendiri, manusia macam apa kamu, baru diberi amanah seperti ini saja nggak becus? Kamu gunakan untuk apa potensi yang diberikan Allah padamu?

Dan dalam kehidupanku yang sedang lelah dan membingungkan ini, tidak semua orang mengerti aku sebenarnya membutuhkan dukungan. Maka aku mengais sisa-sisa semangat dalam diri ini, berharap menemukan sebongkah yang berarti. Mungkin aku juga kehilangan alasan untuk terus bertahan dalam keadaan ini. Yang aku tau aku harus bertahan. Harus. Entah bagaimana akhirnya nanti.

Bukan hanya mahasiswa baru yang membutuhkan dukungan ekstra dari kakak walinya, atau setidaknya membutuhkan contoh konkret orang-orang yang sanggup bertahan di dunianya yang baru sehingga ia tau ia juga pasti akan bertahan meski tak mudah. Seorang mahasiswa lama pun tidak selamanya bisa mendukung dirinya sendiri. Keinginan menyerah tidak selamanya bersembunyi, kadang ia muncul ketika akhir sudah terlihat. Hanya semangat yang bisa mereduksi kadar kelelahan itu dan pada akhirnya kita harus menyadari, segalanya adalah milik-Nya dan harus diserahkan kembali pada-Nya.

Go ahead.
Read More
      edit