Friday, October 31, 2014

Published 3:21 PM by with 0 comment

Baca Aja (kalo mau) #random

Assalamualaikum... Kembali lagi ke acara kesayangan kita, Membaca Blog Chyntiaaaa *tepuk tangan*

Yak setelah sekian lama kita tidak berjumpa karena aksi pemblokiran blog ini dengan alasan terlalu tinggi ratingnya hingga dianggap pesaing berat liputan acara nikahannya Raffi Ahmad, akhirnya kita sudah bernapas lega setelah berhasil meloadingnya. Sebenernya saya masih heran kenapa orang-orang suka banget mantengin acara nikahannya orang di tv, yang sama sekali bukan sodara atau kerabatnya. Kenapa? Kenapa? Dan kayaknya berhasil menaikkan rating stasiun tvnya sampe selangit tuh. Yang gueh pikirin bukan acara nikahannya yang laksana nikahan putri dan pangeran jaman kerajaan kuno, tapi Mcnya yang suka nanya ke tamu undangannya, “ini desainer bajunya siapa nih?” Duh, untung bukan gueh yang ditanya begitu. Mungkin jawabannya bakalan, “ini desainernya mbak Puji, penjahit langganan mama.” Hahaha. Udah udah, jangan ngomongin itu... ngomongin nikahan aku aja *eh. Jangan ding, belum ada yang bisa diomongin *melas.

Sebenernya sejak aku yudisium, banyak yang mengira hidupku di kampus sudah berakhir. Trus mulai deh ada pertanyaan klasik, “kapan nikah?”, dan malahan ada aja yang bilang, “kapan wisuda? habis wisuda siap-siap yaa, ada yang mau ngelamar.” Aku hanya bisa bilang, “hm”. Terima kasih kawan-kawan, kalian perhatian sekali, tapi mohon lebih diperhatikan, habis yudisium saya masih ada program profesi. Belum bisa ini lepas dari kuliah-ujian-sidang, dan malah sekarang ada PKP (Praktek Kerja Profesi). Kalian nggak usah bikin aku ngerasa sudah tua gitu deh. Inget, kalian sama tuanya.

Sekarang ini aku barusan keluar dari kehidupan kuliah dan ujian profesi yang hzzz dan hrrrgh itu. Masih hidup setelah melewati itu semua aja rasanya udah alhamdulillah banget. Jadi kalau sekarang aku dengar anak S-1 mengeluh tentang kuliah, praktikum, proposal, skripsi, aku akan berkata sama seperti apa yang dikatakan mbak Gina dulu, “nikmatilah selagi kamu masih S-1, dek...” dan enggan sekali kalau ditanya, “mbak, kuliah profesi gimana?”, “mbak, kok sekarang pake kemeja terus?” Duuh...
Aku yang memang dari sononya berlabel “tukang protes” dan “banyak nanya”, nggak bisa diam di awal minggu kuliah. Ada aja yang bikin gemes. Pokoknya kalo aku jadi kudet dan kuper, salahin kuliah profesi (padahal aslinya emang gitu). Bayangkan aja deh kuliah profesi yang lumayan tidak berperikemahasiswaan ini.

Kuliahnya satu setengah bulan. Masuk hari senin-sabtu, dari jam 8 pagi sampe jam 3 sore, kadang sampe jam 5. Kalo jumat masuk jam 7 pagi. Istirahat jam 12 sampe jam 1. Jadi kami para mahasiswa profesi ini kerjaannya duduk mendengarkan – makan – sholat – bengong sebentar – duduk mendengarkan lagi – pulang. Persis kayak anak SMA full-day. Bedanya, kalo SMA istirahatnya dua kali, kalo ngantuk tinggal naruh kepala di atas meja trus ngorok, kalo males mikir tinggal nyontek temen, kalo bosen tinggal ngusilin temen. Dan yang paling penting, anak SMA kalo sabtu kan libur. Lha anak profesi? T.T Maka weekend-ku berubah menjadi week(without)end. Anak-anak yang super dan hiper-rajin belajar sih, mereka akan ngereview materi kuliah setiap hari, belajar lagi setiap weekend, karena menyadari materinya banyak. Nah yang kayak aku gini... pas awal-awal modal niatnya udah gede banget, udah sok-sok nanya ke temen-temen, dan mendapat motivasi banyak untuk belajar rajin tiap hari, tapi pada prakteknya, minggu ketiga kuliah aku sudah mulai takluk dengan sebelah hati yang mengatakan, “kan ujiannya masih lama :)”. Efek samping dari sistem kuliah ini mulai terlihat pada minggu ketiga. Banyak yang mengeluh konstipasi dan ambeyen gara-gara kebanyakan duduk, membuat aku pengen nulis keluhan-keluhan itu di form Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan aku kirim langsung ke BPOM.

Kalau masalah ketepatan waktu, oh jangan ditanya... aku jagonya... jago telat, jago molor *pengakuan nih*. Saingan konstanku adalah si rektor. Mindsetku dari dulu tidak berubah. Kuliah jam 8 artinya berangkat dari rumah jam 8, akibatnya nyampe kampus jam 8.15. Sambil senyum-senyum ke dosen dan ngelirik jam dinding, aku langsung duduk di tempat yang telah disediakan Dhenok di baris depan. Itu sudah paling pagi. Sekali lagi, ITU SUDAH PALING PAGI. Nah, kalau kuliah jam 7 artinya bangun jam 7, akibatnya... bolos kuliah. Ngahahaha. Kalau yang ini sainganku nambah satu, Kiki, yang suka pasrah datang jam 9, sedangkan aku lebih pasrah lagi, datang jam 9.20 dengan muka bangun tidur. Kita pun masuk kelas setelah dosen yang ngajar jam 7 keluar. Parah paraaah. Jadi keinget pas ngelab skripsi dulu. Aku dengan reputasi telatku, tiba-tiba datang ke lab jam 7 pagi dan dipergokin Jefri. Mukanya kayak liat setan waktu ketemu aku, dan aku langsung difoto buat dimasukin ke grup whatsapp kelompok skripsi. Taglinenya : prestasi baru rek, Chyntia datang jam 7. Anak-anak menyambutnya dengan tepuk tangan meriah. Sial. Sekalian aja tempel di mading. -___-

Trus bajunya anak profesi. Entah karena tradisi atau kesadaran universal, baju anak-anak jadi serba formal hingga tak pantas disebut anak-anak lagi. Yang cowok apalagi. Lagi seneng-senengnya pake kemeja rapi dimasukkan, celana kain, kadang lengkap dengan dasi, sepatu fantovel mengkilap. Padahal biasanya pake kaos berkerah, jaket, celana jins dan sepatu kets. Yang cewek juga lumayan sih. Pokoknya mereka sudah no-jins gitu. Aku yang sehari-harinya suka pake kaos, rok, pin jerapah, sekarang nggak berani pake kaos kecuali kuliah hari Sabtu. Bros jerapahnya pensiun diganti bros bunga. Bosen sebenarnya pake kemeja. Tapi yah... yasudahlah, mari kita naik ke jenjang profesional.

Itu baru kuliahnya. Ujiannya lebih wow lagi. Sebagai penganut aliran kebut semalam, aku begadang seminggu lebih dua hari demi ujian yang kalo liat tumpukan materinya aja udah bikin muntah. Bahkan ada yang aku kebut sejam, yaitu ujian Manajemen Farmasi, dan kebut dua jam, yaitu ujian Manajemen Produksi 2. Tepuk tangan untuk si pengebut handal ini. Dan terima kasih kepada teman-teman Kece, Pita, Tisa yang menyelamatkan pengebutan saya. Jujur pas Manajemen Produksi 2 itu saya nggak bisa ngerjakan soal vaksin karena soalnya ternyata beda dengan tahun lalu, jadi mohon maaf kepada Bu Neny yang sudah jauh-jauh dari Bandung demi memberikan kuliah vaksin dan ternyata saya nggak bisa ngerjakan ujian padahal soalnya gampang *ketauan banget sih cuma ngapalin jawaban soal doang*.

Lebih parah lagi, waktu dua hari ujian terakhir tubuhku meronta-ronta kena demam dan hidung meler hebat, sampe aku curiga sinusku bocor. Mau tidur itu rasanya berdosa karena besok ujian. Mau nerusin begadang rasanya berdosa karena tubuh nggak kuat. Akhirnya sebagai seorang calon Apoteker, aku memutuskan untuk minum obat flu (yang jelas-jelas bikin ngantuk) dan kopi untuk menangkal ngantuk, dengan dosis dan waktu yang diatur sedemikian rupa agar gejala flu teratasi dan tidak ngantuk. *Pak Didik harus bangga karena muridnya sudah lumayan pinter ngitung dosis*

Pada hari terakhir ujian, aku dan teman-teman mendapatkan toga untuk wisuda. Rasanya bahagia-bahagia gimanaa gitu setelah ujian kita dapat toga. Senyum tiga jari mengembang seiring ingatan tentang ujian menghilang. Hahaha, alay.

Sampai di rumah, aku baru ingat kalau aku sudah tidak makan sejak kemarin malam. Kasian tubuhku, sudah sakit, nggak dikasih makan, minum kopi begadang. Untung-untungan nih maag nggak ikut berpartisipasi. Sebagai permintaan maaf aku makan, tidur, mengistirahatkan tubuh, minum obat dan say goodbye to caffein. Tidur. Tidur. Tidur. Tidak peduli dunia sedang apa. Tidak peduli tembok kamar menghantarkan panas dari luar. Dan ternyata dalam tidur aku bermimpi mengerjakan soal ujian. What the... -__- Tidur panjang dan mimpi mengerjakan soal itu berakhir saat adekku datang dan berisik nyobain baju togaku.

Ah, baju toga... Empat tahun kami berjuang untuk bisa mengenakan baju hitam sewaan itu sebagai bentuk pertanggungjawaban kami ke orang tua yang telah membiayai kuliah. Diam-diam aku ingin menangis kalau melihat toga. Semua beban kuliah dan ujian sudah melayang entah kemana, mungkin takut melihat aura toga yang arogan. Semua bayangan tentang hari wisuda juga ada di toga, termasuk orang yang akan bahagia sekali menghadirinya : mamaku. Apakah ia akan bangga? Aku bisa melihat dari sinar matanya. Dan jelas-jelas aku akan merindukan papaku ketika melihat papa-papa teman-teman nanti. Jika kau ingin tau, Pa, aku hanya ingin bertanya padamu apakah kau bangga kepadaku. Bukan hanya karena toga ini, tapi tentang aku selama ini. Aku tau aku sering mengecewakan diriku sendiri, dan orang-orang di sekitarku. Jadi aku tau bahwa bagi orang lain, aku tidak cukup membanggakan, tidak cukup pantas dianggap apa-apa. Hanya kau, yang aku tidak tau... dan jawabanmu adalah yang paling berpengaruh dibandingkan jawaban semua orang di dunia ini. Kau yang menanamkan sejuta harapanmu padaku, meski aku tidak tau pasti apa harapanmu, jadi pantaslah kau menilaiku saat ini. Jauh lebih pantas daripada semua orang di dunia ini.

Jika bukan karena mama dan eyangku yang selalu bertanya kapan wisudaku, jika bukan karena adekku yang menggerutu karena aku buta tentang make up, jika bukan karena teman-teman yang ngajak survei studio foto, jika bukan karena teman-teman yang  berjanji akan datang tanpa diminta... mungkin aku akan benar-benar tidak ikut wisuda. Aku tidak merasa memerlukannya. Papaku tidak akan datang menyaksikannya dan aku tidak akan tau apakah dia bangga padaku.

Ah, sudahlah...

Ada banyak hal penting selain wisuda. Masih ada Sumpah Apoteker tahun depan. Jalannya masih panjang. Ada banyak hal menarik yang akan kutemui di praktek kerja profesi nanti. Dan aku harus tes IELTS tahun ini!!! Harus!!! Kemudian daftar beasiswa tahun depan!!! Harus!!! Aku masih cinta kampus, Tuhan, meskipun aku tukang protes, sebenarnya aku suka hidup di kampus. Hahaha.

Baiklah... terima kasih sudah menyimak obrolan, eh, monolog random ini. Jangan salahkan saya jika Anda sakit mata atau tidak merasa tambah pinter setelah baca apapun di sini. Sampai jumpa di episode berikutnya. Wassalamualaikum wr. wb.
Read More
      edit