Saturday, November 14, 2015

Published 8:57 PM by with 0 comment

Worklife Story #1

Sepertinya ini akan jadi cerita klasik orang yang mudah jenuh.

Sudah dari sononya aku dikit-dikit bosan, dikit-dikit jenuh. Makanya nggak heran kalau waktu bekerja kantoran begini aku makin melunjak jenuhnya. Apalagi kalau ditulis rutinitasnya : Senin sampai Jumat kerja, Sabtu-Minggu libur. Senin kerja lagi, nunggu hari Jumat lama banget. Giliran udah Jumat, Senin dateng terlalu cepat. Begitu seterusnya. Yah mungkin karena belum terlalu menikmati pekerjaanku sih, makanya jadi seperti itu. Still on progress. Salah sendiri memilih pekerjaan semacam ini. Hiks.

Kemudian aku membayangkan, kalau sekali dalam sebulan bisa ambil libur di tengah-tengah minggu mungkin bisa mengurangi kejenuhan ya. Sayangnya belum dapat cuti jadi harus survive se-survive-survivenya, menahan diri dari keinginan libur.

Belakangan aku mendapatkan ide untuk rela ijin tidak masuk dan potong gaji sehari. Hahaha.
Akhirnya aku bolos kerja dengan alasan sakit kepala. Eh, tapi emang beneran sakit kepala semacam vertigo. Beneran, nggak bohong kalau yang ini. Awalnya antara sayang potong gaji atau sayang tubuh sendiri. Terus setelah dipikir-pikir, wah kayaknya ini momen yang pas buat nggak masuk kerja. Yaudah, fix bolos. Pagi-pagi mandi, minum parasetamol lalu tidur lagi. Oh Godness, what a life. Hahaha. Kemudian aku bangun sekitar jam 9 pagi, dan ngebayangin kalau jam segini di kantor paling lagi sibuk di depan komputer sambil menguap-nguap. Sejenak saya merasa merdeka. Hihihi.

Ketika mau bangun ternyata kepala masih berat. Duh kalau begini rasanya kesehatan itu harganya senilai potong gaji sehari cuy. Akhirnya aku nonton serial The Mentalist tiga episode di atas kasur sambil chat sama orang yang juga lagi bolos kerja (tapi alasannya lebih worth-it sih dia, huh).

Beberapa minggu yang lalu, aku sempat berpikir, kalau nikah terus nggak kerja, enak kali ya (ini niat yang mulia atau alesan buat males-malesan di rumah btw?). Di rumah, pakai daster, bersih-bersih, masak, cuci-cuci, setrika, boci, nonton tv, kalau pengen produktif dikit bisa nulis-nulis atau jualan online (baca: jual perabot yang ada di rumah). Mumpung di rumah aku mencoba mensimulasikan menjadi ibu rumah tangga yang baik. Dan ternyata... nggak sepenuhnya enak juga ya kalau setiap hari kayak gitu. Sebagai orang yang terbiasa dengan mobilitas tinggi dan kelakuan yang aneh-aneh, diam di rumah seperti itu nggak enak juga, apalagi sendirian, bisa cepet banget tuh kalau mau nambah berat badan. Hmm... Salut sama wanita-wanita yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga full-time.

Jadi aku membatalkan bayangan “nikah terus nggak kerja”. Nggak apa deh kerja, cari pengalaman, mengamalkan ilmu, sambil tetap jadi ibu rumah tangga yang baik. Kalau jenuh melanda, bolehlah seperti ini lagi, ambil jatah libur sesekali. So, back to work no matter how hard and bad it is – and no matter how much you hate it. Let’s show our power, women.
Read More
      edit

Tuesday, September 22, 2015

Published 11:58 PM by with 0 comment

Meretas Waktu : Sumpah Apoteker

Yang terhormat bapak dan ibu dosen. Dan teman-teman seperjuangan yang sekarang sudah menjadi sejawat.

Setelah sekian lama dan berulang kali menulis surat untuk urusan kepanitiaan dan organisasi, pada kesempatan ini saya ingin menulis surat yang berbeda.

Hari ini saya bagai meretas waktu. Lima tahun bukan waktu yang sebentar, tapi rasanya berlalu terlalu cepat. Jika boleh meretas waktu kembali, saya ingin bilang bahwa saya belum ingin pergi.

Hati ini sudah tak menentu sejak beberapa hari yang lalu. Berkecamuk tak terjelaskan. Senang, sedih, haru, ingin tersenyum, ingin menangis, lelah, mengantuk. Tapi entah kenapa air mata begitu mahalnya.

Sesungguhnya saya belum menemukan tempat lain yang sebaik kampus. Tempat dimana ketenangan dan keramaian dapat ditemukan di berbagai sudutnya, dan bisa dipilih. Tempat dimana setiap jerih payah dapat membangun kekuatan. Tempat dimana pelajaran demi pelajaran diungkap baik di dalam maupun di luar kelas.

Saya menyukai kehidupan perkuliahan. Segala yang ada di dalamnya, meski tak sempurna, tak pernah membuat saya jengah dan ingin pergi. Saya mencintai ilmu pengetahuan. Mendapatkannya adalah penghargaan dan pembuktian bagi kejernihan kalbu.

Menjadi mahasiswa farmasi bukan sesuatu yang mudah bagi saya. Ada kalanya ingin menyerah. Tapi apa yang disebut orang dengan passion menjadi alasan untuk tak berhenti. Tak usah dipungkiri, saya pernah berkeluh kesah ketika merasa tugas kuliah dan praktikum tak ada ujungnya. Dan tak perlu merutuki diri ketika nilai ujian naik turun tidak karuan. Bagaimanapun saya hanyalah mahasiswa biasa.

Saya berawal dari mahasiswa baru dengan semangat belajar besar, yang kemudian menikmati pertemuan demi pertemuan di ruang kuliah, laboratorium dan meja rapat. Seringkali hari-hari saya di kampus berakhir setelah menyelesaikan rapat dan bulan sudah terang. Akhir minggu yang benar-benar kosong menjadi sesuatu yang hampir mustahil bagi saya. Pada semua itu, ada canda tawa teman-teman yang menyenangkan. Dan saya mensyukurinya.

Maka inilah saya sekarang. Berdiri berjajar dengan rekan-rekan sejawat apoteker baru. Menatap haru ibu saya yang duduk di barisan orang tua, juga berharap ayah saya bisa tersenyum bangga dari surga. Hari ini saya bagai meretas waktu. Rasanya baru saja kemarin bercerita kepada ibu tentang kuliah-kuliah yang rumit dan menyenangkan. Rasanya baru saja kemarin beliau menelepon berkali-kali karena anaknya belum pulang dari kampus hingga larut.

Mengucap sumpah dengan awalan “Demi Allah” bukan sesuatu yang ringan, dan akan dipertanggungjawabkan saat hisab nanti. Amanah ini akan dipegang seumur hidup. Meskipun belum ingin meninggalkan kampus, saya harus tetap keluar. Bagi mereka, saya dan rekan-rekan telah siap menjadi apoteker. Kampus tidak mengusir saya, tapi memang sudah saatnya saya pergi. Hingga nanti saya berkesempatan untuk kembali lagi.

Allah telah membawa saya ke titik ini. Syukur tak terhingga terhaturkan kepadaNya atas nikmat yang tak ternilai. Sungguh tiada daya dan upaya tanpa pertolongan dariNya.

Terima kasih saya sampaikan kepada ibu saya tercinta, yang tak pernah lelah mendukung dan mencintai saya hingga kapanpun. Kepada dosen dan pembimbing yang menjawab setiap keingintahuan saya dengan bijak. Kepada sahabat-sahabat yang mewarnai kehidupan saya. Kepada rekan-rekan sejawat yang berjuang bersama selama ini. Dan kepada semua pihak yang tak dapat saya sebutkan satu persatu.

Hari ini saya bagai meretas waktu. Meretas lima tahun yang berharga dan akan selalu terkenang hingga nanti-nanti.

Mohon doanya agar apoteker baru ini dapat mengemban amanah sebaik mungkin. Demi Allah, bangsa dan almamater.

Chyntia Tresna Nastiti, S.Farm., Apt.
Yang baru saja diambil sumpahnya.


Read More
      edit

Tuesday, August 25, 2015

Published 8:45 PM by with 0 comment

Hidup Rasa "Tak Pernah Aku Sebahagia Itu"

Kami suka jalan-jalan. Menapaki jalan yang indah pemandangannya. Mengunjungi tempat-tempat baru. Dia menenteng kamera saku dan aku sering tiba-tiba berhenti berjalan dan menghadap ke lensanya sambil tersenyum lebar. Kami juga menikmati kudapan lezat sambil menghirup udara segar. Rasanya selalu “tak pernah aku sebahagia itu”.

Namun seiring berjalannya waktu kami paham bahwa hidup tak melulu soal berjalan-jalan, bersenang-senang. Sebagian besar waktu dalam hidup kami belakangan ini berjalan dengan tidak terlalu mulus.
Sampai akhirnya kami menyadari, bahwa hidup yang penuh perjuangan menghadapi masalah demi masalah lebih bermakna daripada hidup yang penuh jalan-jalan.

Hidup memang tak selalu indah, tapi selama Allah melimpahkan keberkahannya dalam keadaan apapun, cukuplah itu bagi kami. Dan pada akhirnya rasanya tetap "tak pernah aku sebahagia itu".  :)

Hidup tak selalunya indah, langit tak selalu cerah. Suram malam tak berbintang. Itulah lukisan alam. Begitu aturan Tuhan. Dalam suka, hitunglah kesyukuranmu. Dalam senang, awasi kealpaanmu – Hijaz.
Read More
      edit

Thursday, July 2, 2015

Published 8:21 PM by with 1 comment

Tentang Menjadi Manusia



Seringkali dalam hidupku, aku dituntut untuk mengerti, memahami orang lain tanpa mempedulikan diriku sendiri. Dulu aku suka sekali mempertahankan pendapat, mencari lawan untuk berdebat, memaksakan kehendak. Semua itu dengan semangat pemberontakan, mungkin bisa dianggap mempertahankan eksistensi, untuk menunjukkan kalau aku pantas menang atas semua orang. Ketika ternyata aku salah, aku tertekan dan merasa tidak berdaya, tetapi berkeinginan untuk membalas di lain kesempatan. Ah, rasanya itu lebih seperti kehidupan hewan di hutan rimba.

Kemudian aku lelah. Aku tak ingin lagi kemenangan di depan orang banyak. Aku tak mau lagi menunjukkan bahwa aku benar, sekalipun aku memang benar. Kuruntuhkan sendiri hatiku yang mengeras. Entah apapun terjadi, aku malas sekali membantah. Aku menerima kekalahan dalam diam, belajar meredam sendiri tangisku, belajar menyembuhkan sendiri kesakitanku. Betapapun sakitnya, aku bisa menahan. Ah, rasanya itu lebih seperti batu yang selalu diinjak.

Manusia di sekitarku terkadang terlalu berambisi untuk dimanusiakan. Ada saja tuntutannya yang didasarkan pada kemanusiaan yang adil dan beradab. Ada yang bersikap sok teraniaya karena dimarahin orang tuanya. Ada yang bersikap sok dikucilkan karena teman-temannya sibuk bekerja. Ada yang bersikap sok kehilangan harapan hidup karena ditinggalkan kekasihnya. Aku sudah lama menghindari sikap konyol seperti itu, yang kalau kata anak jaman sekarang, baper.

Aku takut terlalu berbaur dengan perasaan akan dapat melemahkan iman karena sebenarnya perasaan itu adalah ego yang mudah dicampuri oleh setan. Alhasil, manusia jadi susah memaafkan, sedih berkepanjangan, suka marah-marah.

Sampai di sini mungkin ada yang bergumam, “namanya juga manusia...”, dan aku kesal sekali dengan manusia yang mengatasnamakan manusia seperti itu. Iya semua juga tau kamu manusia, tapi sampai kapan kamu meminta manusia lain membiarkan kelakuanmu menyakiti mereka? Manusia macam apa sih yang seenaknya sendiri begitu...

Maaf, mungkin aku lelah berempati. Juga lelah menghadapi manusia yang terlalu berambisi untuk dimanusiakan.

Sekarang hidup bukan sekedar tentang benar dan salah dalam pandangan manusia. Hanya Allah yang penilaiannya paling benar, dan kita manusia, hanya bisa berusaha melihat sedekat mungkin dengan cara pandang Allah. Artinya, sedekat mungkin dengan kebenaran hakiki.

Aku berusaha menghindar dari masalah kemanusiaan yang remeh-temeh. Tidak usah baper. Baper tidak membuat kita semakin bijak. Mungkin aku akan tetap menjadi seperti batu, yang belajar meredam sendiri tangisku, menyembuhkan sendiri kesakitanku, walaupun terinjak kian dalam. Setidaknya aku tidak menyakiti manusia lain dan tidak mengindahkan kesakitan yang kurasakan. Jika tak sengaja melukai, aku bisa meminta maaf dengan tegas, dan jika tidak dimaafkan, aku tidak akan memohon. Dia hanya manusia, yang mungkin sebelah hatinya sudah dimiliki oleh setan. Aku tidak mau memohon pada setan, ataupun manusia setengah setan.

Yah pokoknya begitu, terkadang dianggap batu lebih menguntungkan daripada dianggap manusia. Tak usahlah risau manusia mau bilang apa, yang penting berusaha menjadi yang terbaik di hadapan Sang Pencipta.



Read More
      edit

Sunday, June 21, 2015

Published 10:13 PM by with 0 comment

A Friendship to Heaven


Kata-kata paling manis yang pernah aku dengar dari mereka bukan ucapan selamat ulang tahun lengkap dengan kue tart dan lilin menyala. Bukan juga kata-kata yang ditulis di selembar kertas lalu difoto di ketinggian puncak. Itu cukup manis sih, tapi bukan itu. Hal yang paling membuat hati tersenyum tiada henti adalah ketika kita saling berkata, “kalau nanti kalian nggak menemukan aku di surga, panggil aku ya. Janji ya..”


Memang bersahabat dengan mereka tak menjamin masuk surga, tapi bersahabat dengan sholih/sholihah memberikan peluang untuk itu. Semoga hati kita selalu tertaut dalam ridho-Nya ya, gaes :’)


Read More
      edit

Saturday, May 30, 2015

Published 10:23 PM by with 0 comment

Hello Everyone



Hello everyone.

Sudah lama banget saya mengabaikan blog ini, dan lama banget nggak nulis. Selain karena semakin sulit menemukan tempat menyendiri yang nyaman, sosmed ternyata bisa mengakomodir hasrat menulis saya *jangan dikatain kecanduan sosmed dong, berasa hina banget. Biasanya teman-teman saya mulai agak resah kalau saya jarang nongol di blog atau akun-akun sosmed. Pasti ada aja yang nanya, “Kamu ngapain aja sih selama ini? Udah punya pacar ya?” *Hiiiish, ada sambungannya sama pertanyaan macam gitu?

Hm actually and in fact, cukup beralasan juga sih pertanyaannya. Keseringan saya nulis racauan saya ketika sedang berkontemplasi, tidak menemukan orang yang bisa diajak bicara (dan ketika sedang galau). Kalau ada orang yang bisa diajak diskusi mengenai suatu masalah, tangan saya bakalan jarang menyentuh keyboard laptop. Sok nggak butuh. Makanya orang pada nanya, “udah punya pacar ya?”, bearti dia ngerti saya banget, hahaha. Eh tapi beneran suerwerwer, nggak punya pacar. Kalau kata Jessie J, I’m feeling sexy and free! Atau kayak kata sticker Syahrini di Line, “I am freeee” yang diucapkan dengan nada meliuk-liuk dan berhasil bikin bulu kuduk berdiri.

Pokoknya saya sedang tidak terkondisikan untuk tidak punya waktu sendiri untuk berpikir dan menulis.
Dan saya sedang ingin sendiri sekarang. x)
Read More
      edit

Sunday, April 12, 2015

Published 5:39 PM by with 0 comment

I was the Runner Up #latepost



#latepost
 
*Mikir. Enaknya dikasih judul apa ya...

*Mikir kelamaan. Yaudahlah ntar aja.

Akhirnya ngerasain long weekend. Yuhuuu. Alhamdulillah.

Masih di Cikarang. Jam segini biasanya udah berkutat dengan segala macam kerjaan khas anak PKP, dan sekarang ngerasain libur itu so worth banget meskipun ada kerjaan yang terpaksa di bawa pulang karena kemarin ngerjainnya masih salah, padahal itu kerjaan mau dipakai hari senin besok. Payah ah :(

Ini tadi ceritanya mau ngerjain mumpung sepi, tapi justru karena sepi jadinya pikiran kemana-mana. Tiba-tiba keinget pas jaman-jaman student exchange programme, dan nemu video pas aku berlaga mewakili Indonesia dalam lomba makan kuaci antarnegara. Penting? Hahahaha. Waktu itu aku dan teman-teman delegasi lagi nongkrong nungguin makan malam sambil makan kuaci dan minum teh. Terus iseng aja dilombain. Dan hasil dari lomba itu adalah Amr dari Egypt keluar sebagai winner, dan Chyntia dari Indonesia sebagai runner up. Tepuk tangan dong. Indonesia pasti bangga. Itu satu-satunya pertandingan internasional yang pernah aku ikuti. Hahahaha.

Yaudahlah mari kita kerjakan apa yang bisa dikerjakan. Masih pagi bro, harus produktif! *Padahal udah mau narik bantal lagi.


Read More
      edit