Friday, February 13, 2015

Published 10:01 AM by with 1 comment

Perkara Setelah Lulus


Di sesi-sesi galau usia dua puluh tahunan ini bahasan utamanya ada dua. Kalau lagi ngobrol sama cewek-cewek, bahasannya tentang nikah, sedangkan kalau ada cowok yang nimbrung, bahasannya tentang karir. Berat sudah bahasannya. Susah cari kondisi ideal buat ngobrolin kenapa Avatar Korra bisa jadi lesbi di akhir film, atau kenapa Benedict Cumberbatch nggak keliatan ganteng di filmnya yang baru.

Nah, sekarang tentang karir... Pertanyaan besarnya adalah setelah lulus mau ngapain? Bagi kita-kita yang sedang belajar di jenjang profesi Apoteker semester dua gini, bawaannya pengen cepet kabur dari kampus saking bosennya lima tahun di sini. Hahaha.

Sejujurnya aku sudah memilih untuk sekolah lagi tahun ini setelah lulus profesi. Setelah Sumpah Apoteker, aku mau langsung kuliah lagi di London. Tapi kukembalikan lagi pada Allah. Jika Ia menakdirkanku untuk langsung bekerja setelah lulus, it’s okay. I would be glad of anything He would. Aku sudah mengoyak-koyak sifat keras kepalaku dan berjanji akan lebih lapang dada menghadapi apapun yang terjadi nanti. Kemudian muncul kericuhan di sekitarku yang bertanya kenapa aku ngebet banget pengen langsung kuliah lagi. Entah itu dari keluarga, teman-teman, handai taulan. Dan aku bukannya menjawab dengan tegas, malah melakukan aksi diam karena waktu itu hatiku masih terombang-ambing bak kapal di atas lautan *halah.

Kebanyakan teman-teman memilih bekerja setelah lulus profesi. Jadi kerjaannya mereka adalah ikut open recruitment dari perusahaan ini-itu yang diadakan di kampus. Aku juga ikut sih, sebagai sarana latihan gambar pohon di psikotes dan latihan interview. Ya kali aja keterima dan nanti bisa aku pertimbangkan lagi aku mau kerja di sana atau enggak. Pokoknya aku ingin mencoba semua kemungkinan untuk bekerja dan S2, walaupun dalam hati kecil berharap ingin S2. Hanya minoritas yang ingin melanjutkan S2 langsung setelah lulus. Dan sepertinya bait puisi Robert Frost yang dikutip Salim A. Fillah dalam bukunya berikut ini menggambarkan keadaanku. Mari kita simak.

Di hutan, kulihat dua cabang jalan terbentang
Kuambil jalan yang jarang dilalui orang
Dan itulah yang membuat segala perbedaan

-Robert Frost, The Road Not Taken

Jadi kira-kira begini alasan kenapa aku ngebet banget pengen S2 tahun ini :

1. Aku suka belajar. Aku cukup sadar kok kalau aku ini tidak cukup pintar dan rajin. Selama kuliah modalnya the power of kepepet, belajar pas sudah detik-detik menjelang ujian doang, kalau kuliah sering telat, kalau praktikum suka mecahin alat. Tapi sejujurnya dalam hati yang terdalam, aku tidak pernah jenuh belajar di kampus. Serius. Aku orang yang mudah jenuh. Praktek di apotek baru dua hari sudah jenuh, nonton film The Hobbit 2 setengah jam sudah jenuh, main UNO satu game sudah jenuh, tapi entah kenapa aku tidak pernah jenuh dengan buku, jurnal, diskusi, presentasi. It’s really something, right? Jadi aku pengen punya kesempatan kuliah lagi.

2. Aku membutuhkan kebijaksanaan lebih, dan itu rasanya dapat aku pelajari di kampus. Kenapa tidak di tempat kerja? Menurutku berbeda. Aku tau seberapa idealisnya diriku. Kalau hal itu kubawa di tempat kerja, berbaur dengan paham materialis dan kapitalis terselubung, aku takut idealisme itu akan mati karena aku tidak tau cara menyikapinya. Maka aku ingin berada di tempat di mana idealisme itu dapat tenteram dan menumbuhkan kebijaksanaan dalam diriku, agar ketika nanti aku keluar ke dunia kerja, aku siap mempertahankannya dengan cara yang dapat diterima semua orang. Jadi intinya, aku belum siap bekerja, hehehe. 

 3. Ini impian besarku. Seumur hidup, aku ingin menjadi peneliti, penulis dan pilot. Untuk jadi peneliti dan menemukan obat yang akan aku beri nama Chyntiamycin, aku harus dapat ilmu lebih dari jenjang pendidikan berikutnya. Jadi rencananya, aku akan mengerjakan tesis dengan penuh semangat di bidang Drug Discovery atau Bioteknologi hingga menjadi titik terang untuk penemuan Chyntiamycin (Aamiin). Satu lagi impian besarku adalah keliling dunia. Sejauh ini progressnya baru dua negara, Turki (waktu student exchange dulu) dan Singapur (transit beberapa menit waktu otw ke Turki, hahaha). Trus waktu di Izmir sempat melihat daratan Yunani dari jauh sih, tapi nggak masuk itungan ya? So the next destination is London! Dari London nanti bisa jalan-jalan ke negara lain juga, kan. Begitu rencananya. Hehe. 

4.  Menghabiskan ego. Let’s talk about it in new paragraph.

Seperti yang dikutip Nurul di status fbnya tentang menghabiskan ego (say hi to mbak Nurul, semoga nggak ceduten waktu saya nulis ini), yang didapat dari penulis kesukaannya, Kurniawan Gunadi (semoga bener namanya). Intinya sebelum menikah, capailah dulu keinginan-keinginan kita karena kalau sudah menikah nanti akan lebih sulit mencapainya. *Tuh kan ngomongin nikah ujung-ujungnya. Begitulah yang aku juga pikirkan kira-kira. Sekali lagi aku menyadari seberapa idealisnya aku, sampe dibilang liberal sama interviewer Ferron. Aku ingin ini, aku ingin itu, sudah biasa. Aku juga diajarkan untuk menghargai ego pribadi dan tidak mengabaikannya selama itu tidak melukai hak orang lain. Ego itu bernama impian. Jika aku sekolah S2 di London tahun ini, itu akan menjadi pencapaian impianku yang terakhir sebelum menikah. Akan kujadikan itu penghabisan egoku. Setelah S2, aku akan mendaftar kerja kemudian menikah (nggak usah nanya kapan tanggal nikahnya karena nikah sama siapa juga belum tau). Jadi aku memastikan bahwa saat menikah nanti, ego pribadiku sudah habis. Aku akan memulai babak baru dalam hidup dan merintis impian berdua. Akan ada impian-impian lain yang tumbuh di kehidupan rumah tangga dan akan ada peran baru yang aku mainkan. Aku juga akan memastikan ia akan menikahi diriku, bukan menikahi idealisme, pemikiran, impian dan ambisiku *tsaaah, omongannya.

Misalnya aku belum bisa sekolah S2 tahun ini dan harus bekerja, aku akan tetap berjuang untuk bisa S2 tahun berikutnya. Atau misalnya aku sekolah S2 tetapi bukan di London, aku akan tetap berjuang untuk bisa ke London tahun berikutnya. Dan itu artinya egoku belum habis. Jadi aku belum siap memulai babak baru kehidupan. Begitulah kira-kira.

Jangan dikira perjuangan untuk S2 itu mudah, apalagi untuk orang sepertiku. Butuh berbulan-bulan untuk menyiapkan berkas-berkas untuk apply beasiswa. Belum lagi belajar TOEFL dan IELTS yang kebanyakan aku lakukan waktu praktek di puskesmas dan apotek di sela-sela pelayanan pasien. Belum lagi harus menghadapi kenyataan bahwa biaya buat TOEFL dan IELTS lumayan menguras rekening. Sekali TOEFL ITP 350ribu, dan IELTS sekitar 2,5 juta. Oh meen, IELTSnya itu bisa buat bayar SPP dua semester -___- Lumayan juga ya investasi buat S2 ini. Modal terbesarku adalah percaya. Mungkin orang-orang tidak percaya aku bisa S2. Aku sendiri mungkin ragu akan kemampuan diriku, tapi aku tidak pernah ragu akan kekuasaan Allah atas segalanya, termasuk takdirku. Bagi seseorang yang banyak maunya kayak gini, modal percaya itu penting. Itulah hal terbesar dan paling berharga. Apapun impian kita, selama tekad kita cukup kuat dan kita percaya, halangannya tidak akan berarti. InsyaAllah.
      edit

1 comment:

  1. semoga lancar study nyaa yaa ,, cepet kuliah di london ..hahaha amiin

    ReplyDelete

yuuk komen yuuk . . .