Sunday, June 26, 2016

Published 2:21 PM by with 1 comment

Worklife Story #2


Nggak kerasa udah hampir setahun aku kerja. Time flies! Berarti kan tandanya aku mayan sibuk dan berguna ya haha.

Kalau diliat2 sih kerjaanku seasonable. Pas high season ya sibuk banget, ngerjain ini itu, jalan kesana kemari. Pas low season, seharian cuman duduk depan komputer - jalan ke tempat printer - tanda tangan - baca-baca - update gosip sama ibuk2 - duduk depan komputer lagi. Contohnya sekarang ini niiih. Selama puasaan low season udah dua minggu, bikin tambah mager, dan tambah banyak ghibah aja. Beginilah kalau gaulnya sama ibuk-ibuk (p.s. di bagianku semua karyawannya wanita dan rata-rata sudah menikah, sudah punya anak).

Well, kalau boleh diakui, ternyata pengalaman kerja setelah lulus itu penting juga. Meskipun kita punya rencana lain seperti kuliah di jenjang yang lebih tinggi, atau mau menikah dan membangun keluarga, tapi pekerjaan pertama kita setelah lulus kuliah itu somehow membantu kita menemukan arah, menetapkan langkah selanjutnya, membantu mengukur pencapaian tujuan hidup kita.

Aku sama sekali nggak berencana bekerja langsung setelah lulus pendidikan profesi karena mikirnya jadi praktisi itu nggak keren-keren amat, dan pasti rutinitasnya bikin jenuh. Jadi aku pengeeeen banget kuliah S2 kemudian jadi dosen, konsultan dan peneliti. Aku suka sekali hal-hal berbau akademik dan saintifik semacam itu. Tapi ternyata Allah berkehendak lain. Akhirnya sekarang aku jadi praktisi di industri.

Mmmm... kalau boleh jujur, aku memasuki dunia kerja dengan kepercayaan diri yang runtuh, rendah diri dan merasa tidak berharga karena gagal di seleksi LPDP. Hahaha lebai, tapi emang gitu kok.

Kemudian Allah menggantinya dengan hal-hal indah setelah aku mengikhlaskannya.

Salah satu motivasiku dalam bekerja adalah ngumpulin duit (ah elaah matrek wkwkwk). Salah satu lho, bukan satu-satunya atau nomor satu. Catat itu hahaha. Kenapa? Karena aku ingin segera mandiri. Malu cuy, usia udah 22 tahun, usia produktif, masih minta duit ke mami. Biarkan mami fokus ngumpulin uang untuk biaya nikah anak-anaknya (mangat mi, biar anaknya cepet nikah hahaha). Aku juga ngumpulin modal buat les IELTS, tes IELTS, apply ke uni. Impianku untuk kuliah lagi masih terus kuperjuangkan, dan bakalan lebih bangga kalau untuk meraih itu semua, kita nggak ngerepotin orang tua. Ya, kan?

And do you know what is the best part of earning money? Kita bisa ngasih uang saku ke adek-adek kita, atau ke saudara-saudara kita. Kalau ada krucil-krucil minta dibeliin ini-itu dan kita bisa ngebeliin, even the simplest thing like jajan di indomaret atau sebungkus pentol, rasanya tuh seneeeeng banget. Ya kadang pada ngelunjak dan aku gemes pengen ngejitak.

Itulah yang membuat aku bersyukur ketika
bekerja. Jadi motivasinya bukan ngumpulin uang buat hedon-hedon, beli sepatu satu jutaan atau hp sepuluh jutaan, tapi untuk membuat diri kita dan orang lain merasakan manfaat dan keberkahan dari pekerjaan kita.

Beruntungnya sebagai cewek, aku nggak dikenai kewajiban menghidupi keluarga. Beda sama cowok, begitu masuk dunia kerja, harus siap ngumpulin uang untuk membangun keluarganya kelak. Biasanya sih gitu. Ada juga yang langsung menjadi tulang punggung keluarganya, membiayai sekolah adeknya, dll. Itu benar-benar keren.

Sebenarnya gajiku nggak seberapa dibandingkan teman-teman yang bekerja di jakarta dan sekitarnya, tapi alhamdulillah selalu cukup dan bisa nabung soalnya tinggal di rumah sendiri, nggak ngekos, nggak mikir beli makan hihihi. Berdasarkan hasil kepo ke beberapa teman yang kerja di industri di sekitaran jakarta, aku masih merasa beruntung. Ternyata jumlah saving kami sama, bahkan kadang aku bisa lebih banyak. Ini pertimbangan penting lho dalam memilih pekerjaan. Percuma gaji besar, tapi biaya hidup besar dan gaya hidup waah banget. Selain nggak bisa saving banyak, resiko punya penyakit degeneratif kayak diabetes, hiperlipidemia dan hipertensi juga lebih tinggi, karena beban kerja berat dan suka makan yang nggak sehat. Mmm aslinya ya sama aja, aku suka jajan nggak sehat, padahal beban kerjaku nggak berat.

Oya satu lagi yang harus dipikirkan waktu milih pekerjaan: keluarga. Dulu aku pengeeen banget kerja di tempat yang jauh, di perusahaan keren, gaji besar, dan semacamnya. Ala-ala ambisi freshgrad lah. Tapi sayangnya nggak dibolehin mami. Aku dibolehin kerja di sekitaran Jawa Timur aja. Kesel awalnya, apalagi liat teman-teman merantau ke jakarta dengan bangga. Semakin minder aja gueh. Oke akhirnya aku ngalah, kerja nggak jauh-jauh. Surprisingly, aku merasakan hikmahnya beberapa bulan kemudian. Ternyata rasanya seneng banget bisa menyeimbangkan waktu untuk bekerja dan bertemu dengan keluarga, sedangkan teman-teman yang kerjanya jauh di rantau udah pada pengen balik, kebanyakan homesick. Itu baru beberapa bulan lho, belum setahun.

Akhirnya aku menyadari, kerja itu beda dengan kuliah. Ketika kita bekerja, pulang ke rumah adalah sesuatu yang membahagiakan, lebih dari ketika kuliah. Semua kepenatan menguap begitu kita melihat keluarga kita di rumah, apalagi makanan sudah tersedia di meja. Jadi aku bersyukur banget bisa tiap hari pulang ke rumah, kalau weekend bisa kencan atau ngumpul sama teman-teman, bahkan seminggu tiga kali aku bisa les bahasa inggris. Memang gajiku nggak seberapa, tapi sebagai gantinya Allah memberikan aku semuuuaaa itu, yang aku yakin nggak bisa dibayar dengan gaji sebesar apapun. Buat kalian yang akan segera lulus (terutama lulus pendidikan profesi Apoteker), you have to consider it well. Nggak usah ikut-ikutan teman. Dapat tempat kerja prestis bukan berarti kalian punya segalanya. Toh sama aja kalian jadi karyawan. Nggak usah gengsi juga. Rejeki orang sudah diatur dengan spesifik. Selama pekerjaannya halal dan barakah, dan kalian bisa berdiri di atas kaki sendiri, bahkan bisa membantu orang-orang di sekitar kalian, don't ever doubt your own decision.

Last but not least, kita masih muda. Jangan sampai berpikir kalau hidup cuma beralur kuliah-lulus-kerja-nikah, dan selama kerja cukup puas dengan kegiatan bangun-kerja-tidur-hedon2-kerja. No way. Masih banyak kesempatan untuk menjadikan hidup kita lebih seru. Misalnya kejar beasiswa s2 kek, ikut les-les yang disukai kek, ikut pengajian kek, ikut komunitas hobi kek, ikut lomba fotografi kek, jadi ketua RW kek. Dan kek kek lainnya. Pilih mana, "work hard, play hard" atau "work hard, live a life"? ;)

Sekian meracau hari ini. Selamat menjalankan ibadah puasa. Selamat menikmati THR.

*ditulis sambil ngantri tiket kereta buat mudik lebaran* *ngantrinya tiga jam cuy, sampe bisa selesai ngetik satu artikel gini di hp*

Read More
      edit