Aku masih
ingat malam itu. Bau tanah menyergap seusai hujan. Satu-dua rintik lembut berpendar
cahaya dari lampu di jalan. Di ruang tamu yang berkesan hangat karena cahaya
lampu temaram, kau duduk tenang di sana. Rambutmu basah terkena hujan. Lengan
panjang kemejamu terkancing rapi. Raut wajahmu sedikit tegang namun sorot
matamu tenang. Kali itu kau datang seorang diri, berbekal doa restu dari ibumu,
untuk berhadapan dengan waliku.
“Begini
yangkung, saya dan keluarga berencana datang ke rumah Tia dengan niat ingin
meminta Tia.”
Aku
menguping sedikit dari balik selambu. Jantungku berdegup kencang.
“Sepertinya
Tia masih ingin sekolah lagi, mas.” kata Yangkung.
“Saya
akan mengizinkannya. Setelah menikah nanti saya akan mendukungnya untuk kuliah
lagi.”
Lalu
majelis di ruang tamu itu semakin damai dan hangat.
“Dia yang
pertama buat saya, yangkung, dan insyaallah yang terakhir.”
Aku
berkaca-kaca mendengarnya. Pun, ketika menuliskan ini. Tak sanggup air mata
haru ini tertahan lagi.
Saat itu
aku yakin, aku adalah wanita paling bahagia kedua di dunia. Yang pertama adalah
aku yang menikah denganmu nanti. Dan aku akan segera menjadi wanita paling
bahagia nomor satu di dunia :’)
Aku
kehabisan cara mengungkapkan terima kasih kepadamu. Atas istikharah yang
tersebutkan namaku. Atas doa-doa yang kau panjatkan di sepertiga malammu. Atas
ketulusan dan pengorbananmu. Atas segala usahamu membahagiakanku. Atas seluruh
sisa hidupmu yang akan kau habiskan bersamaku.
Sudah
siap, mas? ;)