Tuesday, January 29, 2013

Published 11:03 PM by with 0 comment

Aku Ingin Tau

Kadang sukar sekali memahaminya
Hadirmu...
Duniaku...
Binar matamu
Karena segalanya terselubung

Aku seperti siap melompat ke langit
Dan kau siap melontarkanku setinggi-tingginya
Atau kita melompat bersama
Menjejak kuat tanah di kaki kita
Lalu tertawa lepas di udara

Apakah kau memandang dunia sepertiku?
Mentari yang menari
Bulan yang bersenandung
Bintang-bintang yang terlihat imut sekali
Aku ingin tau

Apakah kau ingin selalu melompat sepertiku?
Berlari cepat mengumpulkan kekuatan
Mencari batu pijakan
Lalu melompat dan melepas tawa
Aku ingin tau

Apakah kau berkhayal menjadi pengendali udara?
Apakah kau bersenandung layaknya sufi ternama?
Apakah kau belajar merangkai kata?
Aku ingin tau

Hingga nanti selubung itu terbuka
Aku akan bersabar atas keingintahuanku
Jika kau melompat, ajaklah aku
Dengan senang hati aku akan bilang mau

dalam pencarian pengendali udara seseorang yang sehati berbagi x)

Read More
      edit

Thursday, January 17, 2013

Published 11:15 PM by with 0 comment

Kepada Langit


Kepada Langit.

Hai langit, bisakah aku meminta tolong padamu? Tolong gambarkan perasaanku. Kau lapang sekali, aku harap seluruh perasaanku dapat tergambar di sana. Aku belum tau berapa luas yang kubutuhkan, langit. Yang jelas, sangat luas. Tolong siapkan alat-alat untuk menggambar. Hujan, matahari, awan, pelangi, bintang, petir. Apapun yang kau punya. Angin pun bisa kau gunakan untuk menggambarkan rasa yang terlalu gaib.

Aku tidak galau, langit. Jangan kau sangka setiap aku menatapmu dengan pandangan kosong, aku sedang galau. Aku hanya gemar menatapmu, tak peduli apapun perasaanku, dan berharap ada suatu gelombang yang terpancar dari atmosfermu untukku, atau sesuatu yang lain yang merupakan tanda bahwa kau bisa diajak bicara.

Langit, aku tau kau pasti bosan menggantung di atasku. Makanya aku ingin mengajakmu melakukan sesuatu yang menyenangkan : menggambarkan perasaanku. Jika kau sudah siap, aku akan memberi tau apa yang harus kau gambar...

Gambarlah hujan gerimis, tapi jangan ada awan gelap. Aku takut awan gelap itu menutupi segala yang seharusnya terlihat. Hujan itu memperlihatkan gerimis sebenarnya di hati dan mata. Hujannya tidak boleh terlalu lama agar mataku bisa kembali jernih menatapmu.

Sekarang hentikan hujan gerimisnya. Gantilah dengan awan putih seperti kapas. Seperti itulah aku berusaha membentuk hatiku. Putih dan lembut. Gumpalkan awan-awan itu menjadi bentuk daun waru, sebagai tanda cinta bagi seseorang yang punya panjang gelombang sama denganku.

Di sisi yang lain, letakkan matahari pagi yang tidak terlalu silau. Biarkan sinarnya menembus celah awan-awan putih itu. Aturlah agar sisa sinarnya tertangkap hati manusia-manusia lain yang sedang mencari kehangatan.

Kemudian awan yang tipis seperti selimut. Letakkan secara beraturan. Melambangkan batas zona di atasnya yang tidak boleh dilewati. Batas yang tidak boleh ditembus oleh siapapun. Biarkan awan itu selalu di tempatnya. Suatu hari nanti aku akan melintas tepat di bawahnya, menyaksikan segala yang ada di bawahmu, dengan pesawatku.

Gemuruh petir juga boleh kau pakai, langit. Silih berganti dengan kilat yang menghujam ke bumi. Aku sedang marah yang tak bisa terungkapkan, mungkin karena terlalu plegmatis. Biar kau saja yang mengungkapkan.

Mana bintangmu yang paling indah selain matahari? Perlihatkan bintang itu, satu saja. Aku mau yang cahayanya berwarna merah, dan pendarnya terlihat hingga jarak ribuan kilometer. Letakkan bintang itu di atas sebuah kota yang selalu hadir di angan. Agar aku selalu menatapnya dan tidak lupa dengan impianku. Katakan pada kota indah itu, langit, bahwa aku akan kesana sebentar lagi. Biarkan bintang itu tetap di sana, menungguku, menyambutku.

Terakhir, jika kau mau menghiburku, gambarlah pelangi yang indah, langit. Yang besar. Aku mau menghapus air mataku jika kau beri pelangi. Pelangi juga melukiskan sisi indah perasaan manusia. Gambarlah lengkungnya dengan sempurna, agar senyumku juga sempurna.

Sepertinya sudah lengkap. Bila ada yang terlewat, gambarkan dengan angin saja. Terimakasih, langit. Gambarmu indah sekali. Aku menyukainya.


20 Desember 2012

Chyn
Read More
      edit

Thursday, January 3, 2013

Published 1:07 PM by with 0 comment

duaributigabelas


1 Januari 2013

Sudah tahun baru lagi. 2013 masehi, sudah tua juga kehidupan di bumi ini. Ini baru hitungan masehi, belum yang SM (sebelum masehi). Sebenarnya sudah berumur berapa bumi ini ya?

Manusianya juga seperti mengikuti arus saja, ikut-ikutan bertambah tua, tapi kenapa mereka bahagia sekali menyambut tahun baru? Apakah mereka senang bertambah tua? Kenapa mereka memperingati setiap pergantian tahun dengan pesta terompet dan kembang api yang meledak-ledak di langit? Asapnya itu polusi udara, tau! Sudah buminya semakin tua, langitnya dicemari asap, mau dibuat seburuk apa lagi? Manusianya memang semakin tua, tapi belum tentu semakin dewasa.

Kok keiatannya sensi banget sama ke-hepi-an orang lain? -__- Ya biar kek, mereka mau kembang apian, mau tiup-tiup terompet, mau meledakkan langit. Ini mentang-mentang gueh tadi malam terjebak di rumah. Sudah malam pergantian tahun, masih nggak ngerti cara ngitung serapan jenis. Sudah hampir 2013, masih bingung sama perhitungan penetapan kadar obat. Huaah. Kenapa oh kenapaaa... Otak ini susah banget menerima mata kuliah Analisis Farmasi II. Ngapain aja sepanjang semester ini sih, sudah diajarin, sudah praktikum, masih nggak ngeh juga? Komposisi logika dan analisis di otakku ada berapa sih sebenernya? Sepertinya nggak sebanding dengan komposisi imajinasi. Kalau nulis dan berkhayal aja cepet, kalau ngitung begituan lambat banget :<

Tapi mau diperingati atau tidak, tetep aja 2013 datang. Silakan membuat harapan dan resolusi sebanyak-banyaknya, walaupun sebenarnya kalau mau membuat seperti itu nggak usah nunggu pergantian tahun juga.

Selamat menempuh UAS sepertinya lebih berarti daripada selamat tahun baru. Jadi, selamat menempuh UAS, rekan-rekan mahasiswa.
Read More
      edit