Thursday, January 17, 2013

Published 11:15 PM by with 0 comment

Kepada Langit


Kepada Langit.

Hai langit, bisakah aku meminta tolong padamu? Tolong gambarkan perasaanku. Kau lapang sekali, aku harap seluruh perasaanku dapat tergambar di sana. Aku belum tau berapa luas yang kubutuhkan, langit. Yang jelas, sangat luas. Tolong siapkan alat-alat untuk menggambar. Hujan, matahari, awan, pelangi, bintang, petir. Apapun yang kau punya. Angin pun bisa kau gunakan untuk menggambarkan rasa yang terlalu gaib.

Aku tidak galau, langit. Jangan kau sangka setiap aku menatapmu dengan pandangan kosong, aku sedang galau. Aku hanya gemar menatapmu, tak peduli apapun perasaanku, dan berharap ada suatu gelombang yang terpancar dari atmosfermu untukku, atau sesuatu yang lain yang merupakan tanda bahwa kau bisa diajak bicara.

Langit, aku tau kau pasti bosan menggantung di atasku. Makanya aku ingin mengajakmu melakukan sesuatu yang menyenangkan : menggambarkan perasaanku. Jika kau sudah siap, aku akan memberi tau apa yang harus kau gambar...

Gambarlah hujan gerimis, tapi jangan ada awan gelap. Aku takut awan gelap itu menutupi segala yang seharusnya terlihat. Hujan itu memperlihatkan gerimis sebenarnya di hati dan mata. Hujannya tidak boleh terlalu lama agar mataku bisa kembali jernih menatapmu.

Sekarang hentikan hujan gerimisnya. Gantilah dengan awan putih seperti kapas. Seperti itulah aku berusaha membentuk hatiku. Putih dan lembut. Gumpalkan awan-awan itu menjadi bentuk daun waru, sebagai tanda cinta bagi seseorang yang punya panjang gelombang sama denganku.

Di sisi yang lain, letakkan matahari pagi yang tidak terlalu silau. Biarkan sinarnya menembus celah awan-awan putih itu. Aturlah agar sisa sinarnya tertangkap hati manusia-manusia lain yang sedang mencari kehangatan.

Kemudian awan yang tipis seperti selimut. Letakkan secara beraturan. Melambangkan batas zona di atasnya yang tidak boleh dilewati. Batas yang tidak boleh ditembus oleh siapapun. Biarkan awan itu selalu di tempatnya. Suatu hari nanti aku akan melintas tepat di bawahnya, menyaksikan segala yang ada di bawahmu, dengan pesawatku.

Gemuruh petir juga boleh kau pakai, langit. Silih berganti dengan kilat yang menghujam ke bumi. Aku sedang marah yang tak bisa terungkapkan, mungkin karena terlalu plegmatis. Biar kau saja yang mengungkapkan.

Mana bintangmu yang paling indah selain matahari? Perlihatkan bintang itu, satu saja. Aku mau yang cahayanya berwarna merah, dan pendarnya terlihat hingga jarak ribuan kilometer. Letakkan bintang itu di atas sebuah kota yang selalu hadir di angan. Agar aku selalu menatapnya dan tidak lupa dengan impianku. Katakan pada kota indah itu, langit, bahwa aku akan kesana sebentar lagi. Biarkan bintang itu tetap di sana, menungguku, menyambutku.

Terakhir, jika kau mau menghiburku, gambarlah pelangi yang indah, langit. Yang besar. Aku mau menghapus air mataku jika kau beri pelangi. Pelangi juga melukiskan sisi indah perasaan manusia. Gambarlah lengkungnya dengan sempurna, agar senyumku juga sempurna.

Sepertinya sudah lengkap. Bila ada yang terlewat, gambarkan dengan angin saja. Terimakasih, langit. Gambarmu indah sekali. Aku menyukainya.


20 Desember 2012

Chyn
      edit

0 komentar:

Post a Comment

yuuk komen yuuk . . .