Tuesday, January 16, 2018

Published 9:24 PM by with 0 comment

A Marriage Life #5 : Cerita si Cincin


Kayaknya dulu aku pernah janji nulis tentang perjuangan mencari cincin nikah deh ya. Udah hampir setahun niih. Udah ada dari dulu tulisannya, tapi masih bentuk raw writing, istilahnya tulisan yang hanya cocok dikonsumsi pribadi. Ini pun barusan nemu tadi habis bongkar-bongkar file. Setelah dikondisikan sedemikian rupa, sepertinya dia siap dibaca. Mari kita baca kisah yang agak random ini.



Engkau lilin-lilin kecil

Sanggupkah kau mengganti

Sanggupkah kau memberi

Seberkas cahaya


Ternyata aku dan Mas Dani sempat melewati moment ‘lagu kenangan’. Gara-gara aku yang pengen nyanyi Lilin-Lilin Kecil tapi nggak tau nadanya, akhirnya kami berdua belajar nyanyi lagu itu dengan benar walaupun sumbangnya luar biasa.


Kukira Mas Dani anti sama lagu duniawi kayak gitu, ternyata nggak juga. Apa karena aku aja ya dia jadi kayak gitu? Hahaha. Sesat amat gueh.


Waktu itu kami sedang galau karena belum beli cincin nikah. Kalau mau beli sepasang emas-perak harus pesen dulu. Setelah nanya kesana kemari ternyata pesennya lumayan lama, sekitar sebulan. Yaampuuun. Kemana aja kemarin-kemarin kok nggak segera pesen. Ini udah H-3 minggu dan lagi libur imlek pula. Toko emas yang mayoritas milik orang-orang yang merayakan imlek jelas pada tutup. Akhirnya untuk menyesuaikan tema cerita, lagu lilin-lilin kecil itupun digubah sekenanya.


Dan kau cincin-cincin kecil

Kemana ku membeli

Emas sama perak

Tanggal udah mepet

*diseplak penyanyi aslinya*


Aku sama Mas Dani sempat nyoba muterin deretan toko-toko emas di belakang Pasar Wonokromo pas siang bolong. Daan... tutup semua. Ada satu yang buka, toko kecil. Mungkin Kokonya nggak pulkam untuk imlekan. Aku ragu untuk mampir, akhirnya nggak mampir. Huhuhu. Target kami sebenarnya adalah Pasar Atom, tapi toko emas di Pasar Atom ditelponin nggak diangkat, kemungkinan tutup juga. Aku jadi sebel karena semua tutup. Di jalan aku ngomel mulu. Dan kalau Mas Dani udah sebel dengerin aku ngomel mulu, dia bakalan nyuruh aku nyanyi.


“Nyanyio ndut.”


“Nggak mau, lagi pengen ngomel.”


Tapi ujung-ujungnya nyanyi juga.


Dan kau cincin-cincin kecil...


Mas Dani sempet mikir gini juga,


“Kita beli cincin mainan aja di tukang mainan depan SD, beli dua yang warnanya mirip emas gitu. Buat foto pas akad. Nanti habis nikah kita beli yang emas perak beneran.”


Walaupun idenya rada aneh, tapi sebenernya bisa dipake juga sih. Toh nggak ada kan yang mewajibkan pakai cincin, apalagi cincin emas dan perak. Buat bagus-bagusan doang itu.


Keesokan harinya, kami ke Pasar Atom dengan muka teler dan ngantuk habis begadang (lupa begadang ngurusin apa) dan berharap toko emas tidak tutup. Please jangan tutup dong, om, tante, mau nikah nih.


Setelah muter-muterin berbagai sudut atom, akhirnya toko emas yang kami incar ketemu dan barusan buka hari itu meskipun Pasar Atom masih sepi. Alhamdulillah. Oya, buat yang pengen tau, nama tokonya Agung Abadi. Tau toko ini dari mana? Dari blognya orang-orang yang udah hunting cincin nikah di Surabaya. Katanya sih recommended dari model, harga dan pelayanan. Yaudah daripada pusing nyari toko lain lagi, mending cus coba yang itu aja kan.


Di toko itu ada bermacam-macam desain cincin. Yang terpikir olehku adalah gimana caranya biar cincin cepat jadi. Udah gitu aja. Jadi kami memesan cincin yang modelnya simpel, dan yang penting ringan karena akan dipakai sehari-hari. Terus ditunjukin sama taciknya model yang ada di etalase. Aku langsung iyain, cocok sama ekspektasi. Terus kami diukur jarinya. Agak galau juga sih waktu ukur jari. Kok kayaknya aku antara ukuran 12-13 tapi nggak ada yang benar-benar fit. Maklum nggak pernah pake cincin. Terus kokonya bilang, “yaudah pake 13 aja, nanti waktu dibikin bisa diusahain biar pas kok.” dan taciknya bilang, “ntar kalau hamil juga gede jarinya.” Aku ketawa aja.


Untuk cincin emasnya, aku pilih yang 75%, warna kuning. Bisa juga lho kalau mau 100% atau 24 karat. Yang perak dilapisi warna kuning biar sama. Lapisan kuningnya bukan emas kok, tembaga atau apaa gitu. Trus dikasih bonus tempat cincin. Tempat cincinnya standar, yang bahannya dari plastik terus dalamnya ada karpet merahnya. Bagiku, nggak penting lah wadahnya, nggak harus yang desainnya keren-keren ala orang hits.


Setelah bayar DP pake debit, kami meninggalkan toko dengan perasaan lega. Gitu tuh kalau pelayanan baik, customer puas, pulang nggak nggerundel. Nanti kalau cincinnya sudah jadi, kami dikabarin lewat telepon. Insyaallah bisa jadi on time. Dan banyak review di blog-blog yang bilang kalau di toko itu biasanya malah bisa in time selesainya. Semoga aja yah. Aamiin.


Di perjalanan pulang, theme song-nya berubah lagi.


Dan kau cincin cincin kecil

Akhirnya kau kebeli

Semoga cepat jadi

Untuk Danitiaaaaaaaaaa


Trus seinget aku, cincinnya jadi pas H-5. Deg-degan banget, takut nggak nutut. Yang ambil cincinnya Mas Dani seorang, karena kalau nunggu aku pulang kerja, keburu tutup tokonya. Aku hanya berpesan, pokoknya cincin aku minta diukir nama kamu, cincin kamu diukir nama aku. Trus kamu coba aja dua cincin itu di jari, kalau cincin aku agak kekecilan di kamu berarti kayaknya pas di aku.


Waktu dibawa ke rumah dan aku coba, ternyata masih kegedean. Sampai sekarang pun kegedean. Jadinya nggak bisa dipakai di jari manis, pakainya di jari tengah. Hahaha. Yaudahsik, mau tuker ke toko juga udah nggak sempat. Yang penting kan ada buat foto-foto dan dipakai sehari-hari, biar keliatan kalau udah nikah ya cuy.


Sekian ceritanya. Udah yaa lunas hutang nulis eike.


Kalau ada yang mau nanya-nanya tentang pesen cincin di toko emas yang saya ceritakan di atas, boleh japri saya. (Bukan endorse)
 
Read More
      edit