Kayaknya
dulu aku pernah janji nulis tentang perjuangan mencari cincin nikah deh ya.
Udah hampir setahun niih. Udah ada dari dulu tulisannya, tapi masih bentuk raw
writing, istilahnya tulisan yang hanya cocok dikonsumsi pribadi. Ini pun
barusan nemu tadi habis bongkar-bongkar file. Setelah dikondisikan sedemikian
rupa, sepertinya dia siap dibaca. Mari kita baca kisah yang agak random ini.
Engkau
lilin-lilin kecil
Sanggupkah
kau mengganti
Sanggupkah
kau memberi
Seberkas
cahaya
Ternyata
aku dan Mas Dani sempat melewati moment ‘lagu kenangan’. Gara-gara aku yang
pengen nyanyi Lilin-Lilin Kecil tapi nggak tau nadanya, akhirnya kami berdua
belajar nyanyi lagu itu dengan benar walaupun sumbangnya luar biasa.
Kukira Mas
Dani anti sama lagu duniawi kayak gitu, ternyata nggak juga. Apa karena aku aja
ya dia jadi kayak gitu? Hahaha. Sesat amat gueh.
Waktu itu
kami sedang galau karena belum beli cincin nikah. Kalau mau beli sepasang
emas-perak harus pesen dulu. Setelah nanya kesana kemari ternyata pesennya
lumayan lama, sekitar sebulan. Yaampuuun. Kemana aja kemarin-kemarin kok nggak
segera pesen. Ini udah H-3 minggu dan lagi libur imlek pula. Toko emas yang
mayoritas milik orang-orang yang merayakan imlek jelas pada tutup. Akhirnya
untuk menyesuaikan tema cerita, lagu lilin-lilin kecil itupun digubah
sekenanya.
Dan kau
cincin-cincin kecil
Kemana ku
membeli
Emas sama
perak
Tanggal
udah mepet
*diseplak
penyanyi aslinya*
Aku sama Mas
Dani sempat nyoba muterin deretan toko-toko emas di belakang Pasar Wonokromo
pas siang bolong. Daan... tutup semua. Ada satu yang buka, toko kecil. Mungkin
Kokonya nggak pulkam untuk imlekan. Aku ragu untuk mampir, akhirnya nggak
mampir. Huhuhu. Target kami sebenarnya adalah Pasar Atom, tapi toko emas di Pasar
Atom ditelponin nggak diangkat, kemungkinan tutup juga. Aku jadi sebel karena
semua tutup. Di jalan aku ngomel mulu. Dan kalau Mas Dani udah sebel dengerin
aku ngomel mulu, dia bakalan nyuruh aku nyanyi.
“Nyanyio
ndut.”
“Nggak
mau, lagi pengen ngomel.”
Tapi
ujung-ujungnya nyanyi juga.
Dan kau
cincin-cincin kecil...
Mas Dani
sempet mikir gini juga,
“Kita beli cincin mainan aja di tukang mainan depan SD, beli dua yang warnanya
mirip emas gitu. Buat foto pas akad. Nanti habis nikah kita beli yang emas perak
beneran.”
Walaupun
idenya rada aneh, tapi sebenernya bisa dipake juga sih. Toh nggak ada kan yang
mewajibkan pakai cincin, apalagi cincin emas dan perak. Buat bagus-bagusan doang
itu.
Keesokan
harinya, kami ke Pasar Atom dengan muka teler dan ngantuk habis begadang (lupa
begadang ngurusin apa) dan berharap toko emas tidak tutup. Please jangan tutup
dong, om, tante, mau nikah nih.
Setelah
muter-muterin berbagai sudut atom, akhirnya toko emas yang kami incar ketemu
dan barusan buka hari itu meskipun Pasar Atom masih sepi. Alhamdulillah. Oya,
buat yang pengen tau, nama tokonya Agung Abadi. Tau toko ini dari mana? Dari
blognya orang-orang yang udah hunting cincin nikah di Surabaya. Katanya sih
recommended dari model, harga dan pelayanan. Yaudah daripada pusing nyari toko
lain lagi, mending cus coba yang itu aja kan.
Di toko
itu ada bermacam-macam desain cincin. Yang terpikir olehku adalah gimana
caranya biar cincin cepat jadi. Udah gitu aja. Jadi kami memesan cincin yang
modelnya simpel, dan yang penting ringan karena akan dipakai sehari-hari. Terus
ditunjukin sama taciknya model yang ada di etalase. Aku langsung iyain, cocok
sama ekspektasi. Terus kami diukur jarinya. Agak galau juga sih waktu ukur
jari. Kok kayaknya aku antara ukuran 12-13 tapi nggak ada yang benar-benar fit.
Maklum nggak pernah pake cincin. Terus kokonya bilang, “yaudah pake 13 aja,
nanti waktu dibikin bisa diusahain biar pas kok.” dan taciknya bilang, “ntar
kalau hamil juga gede jarinya.” Aku ketawa aja.
Untuk
cincin emasnya, aku pilih yang 75%, warna kuning. Bisa juga lho kalau mau 100%
atau 24 karat. Yang perak dilapisi warna kuning biar sama. Lapisan kuningnya
bukan emas kok, tembaga atau apaa gitu. Trus dikasih bonus tempat cincin.
Tempat cincinnya standar, yang bahannya dari plastik terus dalamnya ada karpet
merahnya. Bagiku, nggak penting lah wadahnya, nggak harus yang desainnya
keren-keren ala orang hits.
Setelah
bayar DP pake debit, kami meninggalkan toko dengan perasaan lega. Gitu tuh
kalau pelayanan baik, customer puas, pulang nggak nggerundel. Nanti kalau
cincinnya sudah jadi, kami dikabarin lewat telepon. Insyaallah bisa jadi on
time. Dan banyak review di blog-blog yang bilang kalau di toko itu biasanya
malah bisa in time selesainya. Semoga aja yah. Aamiin.
Di
perjalanan pulang, theme song-nya berubah lagi.
Dan kau
cincin cincin kecil
Akhirnya
kau kebeli
Semoga
cepat jadi
Untuk
Danitiaaaaaaaaaa
Trus seinget aku, cincinnya jadi pas H-5. Deg-degan banget,
takut nggak nutut. Yang ambil cincinnya Mas Dani seorang, karena kalau nunggu
aku pulang kerja, keburu tutup tokonya. Aku hanya berpesan, pokoknya cincin aku
minta diukir nama kamu, cincin kamu diukir nama aku. Trus kamu coba aja dua cincin
itu di jari, kalau cincin aku agak kekecilan di kamu berarti kayaknya pas di
aku.
Waktu dibawa ke rumah dan aku coba, ternyata masih kegedean.
Sampai sekarang pun kegedean. Jadinya nggak bisa dipakai di jari manis,
pakainya di jari tengah. Hahaha. Yaudahsik, mau tuker ke toko juga udah nggak
sempat. Yang penting kan ada buat foto-foto dan dipakai sehari-hari, biar
keliatan kalau udah nikah ya cuy.
Sekian ceritanya. Udah yaa lunas hutang nulis eike.
Kalau ada yang mau nanya-nanya tentang pesen cincin di toko
emas yang saya ceritakan di atas, boleh japri saya. (Bukan endorse)
0 komentar:
Post a Comment
yuuk komen yuuk . . .