Dalam keadaan apapun, yang perlu kita ingat adalah kita hanya manusia – dan kita masih manusia. Kita tak hanya tersusun atas unsur logika, tapi juga sarat dengan emosi dan hasrat. Masing-masing diri kita haus akan penghargaan. Akuilah itu.
Ketika kita berbicara, sisipkan penghargaan yang membuat orang tersenyum. Ketika kita menatap, tataplah dengan penuh rasa terima kasih.
Jangan ragu untuk memberikan penghargaan setulus-tulusnya kepada orang-orang di sekitar kita. Apalagi ketika jadi pemimpin, harus pintar-pintar menghargai orang-orang yang dipimpin. Meski hasil kerja tidak seperti yang kita harapkan, tetaplah menghargai. Bayangkan bagaimana jadinya jika pemimpin hanya memerintah ini itu, lalu ketika hasilnya mengecewakan ia hanya menampakkan ekspresi tegang, membuat orang yang dipimpinnya segan. Padahal dalam keadaan “melakukan kesalahan”, seseorang membutuhkan dukungan lebih untuk mencegahnya dari keputusasaan. Jika pemimpin yang dicurhatin tampangnya tegang, bagaimana bisa dia menemukan semangatnya? Yang diperlukan hanyalah senyum yang menenangkan dan mata yang teduh untuk membantunya bangkit kembali, memperbaiki kesalahannya.
Saya sendiri baru menyadari, ternyata selama ini saya tumbuh melalui penghargaan. Saya beruntung sekali. :)
Dan seiring waktu berjalan, orang akan belajar membedakan mana sanjungan, mana penghargaan. Sanjungan itu keluar dari mulut, sedangkan penghargaan keluar dari hati.
Just reminder to be better :)
0 komentar:
Post a Comment
yuuk komen yuuk . . .