Friday, May 10, 2013

Published 11:30 PM by with 0 comment

Menceritakan masa lalu itu butuh keberanian

Menceritakan masa lalu itu butuh keberanian – Iwan Setyawan, dalam 9 Summer 10 Autumn.

Iya, memang benar. Mungkin aku tidak punya keberanian yang cukup untuk menceritakan segalanya. Tapi ada beberapa bagian yang selalu ingin aku bagi, aku ceritakan pada orang lain karena menceritakannya menciptakan kebahagiaan tersendiri.

Waktu SD, aku suka sekali diantar ke sekolah naik ‘sepeda kebo’ oleh kakek. Jarak sekolah-rumah tidak terlalu jauh, paling 10 menit kalau naik sepeda. Dan di sepanjang perjalanan aku nyanyi lagu favoritku “Oh ibu dan ayah selamat pagi. Ku pergi sekolah sampai kan nanti...” Hihihi. Lucu kalo diinget-inget. Tapi masa-masa dibonceng kakek itu tidak lama. Aku segera bisa naik sepeda sendiri dan kakek semakin tua. Jadi aku pulang-pergi naik sepeda sendiri.

Aku punya banyak teman, dan mereka selalu lebih besar daripada aku. Dulu aku berpikir, jangan-jangan ketika mereka semakin besar, aku tetap saja kecil. Aku sedih kalau membayangkan itu. Padahal sebenarnya memang karena usiaku lebih muda daripada mereka, makanya terlihat lebih kecil. Kami dibesarkan di lingkungan yang penuh kesederhanaan. Hanya ada beberapa di antara kami yang berasal dari keluarga kaya, sisanya menengah ke bawah, namun justru itu yang merekatkan kami. Mungkin ketika anak kota sudah mengenal komputer, kami tidak tau bagaimana bentuk komputer itu. Aku baru menyentuh komputer kalau main ke rumah om-ku di Surabaya. Kami suka sekali main rumah-rumahan, masak-masak dan bersepeda rame-rame. Ketika teman-temanku sudah bosan dengan mainan-mainan kami, aku selalu punya ide baru : main digimon-digimon-an, simulasi toko bunga (pake taneman-taneman mama dan ditempeli harga :p), kios majalah (dengan menumpahkan semua koleksi majalah Bobo di lantai), kontes nyanyi (gara-gara demam AFI ini), sampai menguras akuarium di rumahku (ini namanya memanfaatkan teman ya, bukan ngajak main hehehe).

Aku selalu punya ruang untuk berkhayal. Membayangkan apa saja yang bisa dibayangkan seorang anak kecil. Yang paling konyol adalah berkhayal jadi pemain film Kuch-Kuch Hota Hai sambil hujan-hujan. Geli membayangkannya. Lama-lama aku menyadari kalau khayalan itu akan terlupakan begitu saja, maka aku belajar menuliskannya, walaupun sangat tidak penting.

Band favorit pertamaku adalah Westlife. Semua lagu Westlife yang keluar pas jaman itu aku hapalin semua meskipun cuma ‘by listening’ kalau di video nggak ada subtitle-nya. Nggak cuma liriknya, tiap pulang sekolah aku dan adekku selalu nge-dance a la Westlife di depan TV! Tragisnya, ketika aku akhirnya bisa menyanyi bahasa inggris dengan benar, boyband itu bubar (walaupun akhirnya terbentuk lagi).

Hmm, waktu SD juga, aku direcoki sama bahasa Inggris, all the time. Aku punya guru les bahasa inggris sekaligus guru di sekolah sekaligus tetangga yang T.O.P banget, membuat aku kecanduan bahasa inggris. Mungkin ketika anak SD lain baru belajar tentang Simple Present Tense, papan tulis di depanku sudah penuh dengan semua jenis tenses. Lalu menulis esai, surat, skrip drama. Iya, skrip drama beneran! Dan aku suka sekali! Sayang aku nggak berbakat jadi sutradara maupun aktris. Baru waktu SMP aku membuat skrip drama bahasa Indonesia dan terpaksa ikut jadi aktris karena merupakan tugas. Rasanya waktu kecil belajar apapun mudah dan menyenangkan, beda dengan sekarang, kenapa ya? :p

Aku kehilangan ayah waktu kelas 2 SD, sedangkan adekku TK nol besar. Segalanya jadi tidak mudah,tapi aku tidak sepenuhnya mengerti. Ibuku selalu membuat keadaan terlihat baik-baik saja. Beliau bekerja keras untuk menyambung hidup. Aku tidak pernah menangis karena kehilangan ayah sampai aku mengerti arti kehilangan beberapa tahun kemudian. Aku jadi ketakutan dan semacam trauma dengan kehilangan dan kematian, yang membekas hingga tahun-tahun berikutnya. Yaah, harus diakui kenangan yang ini sedih sekali kalau diungkapkan. Perlahan aku belajar menjadi anak kecil pada umumnya lagi, yang menghadapi segalanya dengan tawa.

Pada akhirnya aku sangat bersyukur bisa melaluinya. Dan tentu saja, segalanya memberi makna pada kehidupan ini. :)
      edit

0 komentar:

Post a Comment

yuuk komen yuuk . . .