20.22
Hp menyanyikan lagu ‘Demi
Matahari’.
“Assalamualaikum. Astagfirullah,
sudah subuh ya, Ma?”
“Waalaikumsalam. Belum, masih jam
8. Tidur ya?”
-___-
Aku ketiduran (lagi) ketika
menunggu adzan Isya. Untung mama telpon lebih awal. Biasanya mamaku nelpon pagi-pagi
waktu Subuh. Kalau tidak, mungkin ketika bangun hari sudah berganti dan itu
artinya aku tidak belajar. Besok (masih) ujian, latihan presentasi proposal
skripsi di depan dosen pembimbing. Hmm apa lagi? Oh ya, harus mengumpulkan
naskah akademik Farmasi Masyarakat dan proposal permohonan dana SE. Aah, aku
sudah janji akan menangani semuanya. Kepalaku terasa berat sekali.
“Sudah siap ujian sama
presentasinya besok?”
“Belum, Ma,” ujarku sambil
beringsut menjauh dari bantal, “doakan ya.”
“Iya, mama doakan.”
Aku menghirup napas panjang. Kepalaku
masih terasa berat. Napasku juga. Terbebani. Dan agaknya mamaku bisa merasakan
itu.
“Semuanya pasti bisa terlalui.
Pasti bisa.” kata beliau meyakinkan.
Aku hanya diam. Menangis tidak.
Tersenyum pun tidak. Pertanda jenuh sudah di ubun-ubun dan hati ingin berontak
tapi tak bisa.
Namun rasanya kata-kata itu
adalah semua yang aku butuhkan saat itu. Ya, tidak ada yang perlu diragukan
ketika yang berkata demikian adalah orang yang paling mengenalku selama
hidupku. Ia sangat memahami apa yang
akan dan sedang aku hadapi. Minggu UAS yang padat. Proposal skripsi yang
memasuki fase kritis. Amanah di sana-sini. Dan ia juga sangat memahami betapa bersemangatnya
aku ketika membicarakan Farmakoterapi yang akan diujikan besok. Juga memahami
betapa khawatirnya aku.
“Sudah dicicil belum belajar
Farmakoterapinya?”
“Sudah, Ma. Waktu minggu tenang
sudah belajar, tapi sekarang lupa lagi. Tadi juga sempat diskusi kasus fraktur
sama Bu Samirah, tapi belum yakin bisa.”
“Ya sudah, dipelajari sebisanya
sekarang. Sama disiapkan presentasinya besok.”
04.00
Adzan Subuh berkumandang. Hpku
bernyanyi ‘Demi Matahari’ lagi. Ini pasti mamaku ingin membangunkan aku. Reject.
Kemudian nada standar pesan masuk
berbunyi.
“Sudah bangun?”
“Belum tidur, Ma.”
“Oalah cin.”
Aku hanya ber-hehe-hehe.
05.00
Aku tidak kuat lagi. Ya Allah,
tidur sebentar boleh ya. Satu jam kemudian temanku menyampaikan pesan dari
dosen pembimbing bahwa presentasinya ditunda nanti sore. Aaah, ini seperti
hadiah dari Allah atas perjuanganku semalam. Aku menarik bantal, memejamkan
mata seraya membisikkan terima kasih untuk mamaku yang begitu baik dan berkata
maaf pada tubuhku karena terlalu sering mendzaliminya akhir-akhir ini.
Begitulah perjuangan. Semoga
menjadi hadiah yang membahagiakan untuk mamaku, orang yang paling memahamiku.