Tuesday, December 13, 2016

Published 8:51 PM by with 0 comment

Saat gurumu bertanya, “ada pertanyaan?”








“Ada pertanyaan?”

Begitu biasanya guru dan dosen kita bertanya setelah selesai menjelaskan suatu materi. Sebagai jawaban, murid-muridnya hanya diam tak bersuara. Kalaupun ada yang bertanya, paling satu-dua, dan hanya anak itu-itu saja. Lainnya diam seribu bahasa, entah sudah paham atau tidak paham sama sekali.

Ketika jaman sekolah, aku termasuk yang paling tidak berani bertanya. Kadang karena nggak ngerti sama sekali. Kadang punya pertanyaan tapi hanya berani nanya di dalam hati. Mungkin juga karena gurunya nanya “ada pertanyaan?” dengan muka tidak ingin ditanyai makanya yang mau nanya jadi takut. Hahaha.

Ketika kuliah aku juga masih sempat seperti itu. Saat dosen melontarkan pertanyaan “ada pertanyaan?”, hatiku langsung bergemuruh *halah lebai. Mau nanya, deg-degan. Mau nggak nanya, sedih. Galaunya udah kayak lagi ditembak aja. Memang dasarnya tukang nanya, tukang protes, tukang kepo gini, terasa sedih kalau nggak nanya. Akhirnya, ketika sudah susah payah menguatkan hati, sesi pertanyaan ditutup.

“Yak kalau sudah tidak ada pertanyaan, kuliah saya akhiri sampai di sini.”

Akupun lemas. Kelamaan sih mikirnya.

Kalaupun aku bertanya biasanya karena tangan diangkat paksa atau habis sikut-sikutan sama teman sebelah karena dia sebel sama aku yang dari tadi penasaran tapi nggak berani bertanya.

Sampai akhirnya aku bertemu teman yang bercerita tentang masa kecilnya. Ketika sekolah dasar, dia termasuk anak yang tidak pintar. Nilai-nilainya jelek. Dia banyak nggak ngertinya. Lalu dia nangis ngadu ke papanya. Oleh papanya dia dibilangin gini, “kamu kalau nggak ngerti, tanya ke gurunya. Jangan malu dan takut. Orang bilang kamu bodoh, biarin. Orang bilang apapun biarin, pokoknya kamu jangan pernah takut bertanya kalau nggak ngerti.” Kemudian sejak saat itu dia jadi anak yang kritis dan berani bertanya. Percaya dirinya pun meningkat, belajarnya semakin rajin, sehingga nilai rapornya membaik.

Dari cerita itu aku belajar bahwa bertanya itu bukan sesuatu yang salah. Jadi nggak boleh malu, nggak boleh takut. Aku sejak kecil juga sudah terbiasa bertanya macam-macam ke mami dan papa. Jadi kenapa waktu sudah besar nggak berani bertanya ke dosen?

Aku pun berubah sedikit demi sedikit untuk berani mengangkat tangan dan bertanya di kelas. Kalau masih ragu, aku mengangkat tangan sambil merem. Nekat aja dah, nggak burket juga kok. Meskipun kadang kalau nanya suka belepotan dan harus diulang karena dosennya bingung, aku tetap bertanya. Kadang ada juga teman yang waktu aku nanya dia menunjukkan ketidaksukaan karena kuliahnya jadi agak memanjang akibat pertanyaanku, atau karena dia sudah tau jawabannya dan melengos. Aku acuh tak acuh. Mumpung masih kuliah, mumpung masih ada orang yang bisa ditanyain. Belum tentu orang lain yang tidak bertanya itu lebih pintar, bukan?

Seiring berjalannya waktu, aku berkesempatan mengisi materi di seminar dan semacamnya di kampus. Di kesempatan menjadi public speaker itu, aku semakin memahami makna “ada pertanyaan?” yang terlontar di akhir materi. And who knows the grateful feeling when the questions come, and what a relief when they don’t come hahaha.

Sekarang salah satu job desc-ku adalah menjadi trainer untuk level staff dan operator di perusahaan. Setelah memberikan training, kalimat “ada pertanyaan?” sudah otomatis keluar dari mulut. Sering juga di awal materi aku bilang, “kalau ada pertanyaan, boleh langsung angkat tangan ya.” It means that I really wonder your question and feedback, so come on ask me something. Ternyata setelah menjelaskan lalu ada yang bertanya itu rasanya bener-bener penghargaan banget buat seorang speaker. Oh berarti aku didengarkan. Level semangatku langsung naik beberapa tingkat.

Aku selalu berharap ada pertanyaan, apapun pertanyaannya. Penting atau tidak penting. Sulit atau gampang. Kalau aku tidak bisa menjawab, biasanya aku menjanjikan untuk mencari jawabannya dan menghubungi si penanya kalau sudah menemukan jawabannya. Seringkali pertanyaan-pertanyaan itu mengingatkan bahwa materinya ada yang kurang sehingga harus ditambahkan atau diperbaiki di kelas berikutnya.

Jadi sekarang saya ngerti perasaan dosen, guru, trainer, speaker ketika mereka mendapat pertanyaan. Percayalah, mereka senang sekali mendapat pertanyaan (tapi nggak tau sih ini berlaku untuk semua orang atau nggak). Nggak setiap speaker dapat sertifikat atau plakat di akhir materi, jadi berilah penghargaan berupa feedback dan pertanyaan. Itu sudah sangat membahagiakan mereka kok. Buat adek-adek yang masih sekolah atau kuliah, jangan pernah ragu untuk bertanya. Pandanglah tindakan bertanya itu sebagai tindakan untuk menyenangkan hati guru kita, bukan sesuatu yang menakutkan dan akan membuatmu dibenci. Okay? Pesan ini disampaikan oleh trainer yang lagi curhat. Hahaha.
      edit

0 komentar:

Post a Comment

yuuk komen yuuk . . .