Friday, March 24, 2017

Published 7:42 PM by with 0 comment

A Marriage Life #1

Hap! Hello blog!

First time writing here after marriage nih. Sudah bisa ditebak dong kira-kira eyke aku mau nulis apa.

Sekarang rasanya sussaaah banget nemuin waktu buat nulis-nulis macam gini. Biasanya aku nulis lewat laptop, tapi sekarang jarang banget buka laptop. Sekalinya buka laptop pasti buat nulis esai dan semacamnya. Mau nulis di hp, kurang gimanaa gitu ya. Tampilan blogger kurang friendly di mata kalau lewat hp. Jadi lebih seringan meracau di instagram.

Buat yang nanya kenapa kok banyak hashtag meracau di instagramku, jawabannya adalah... yaa emang meracau abis. Apa yang muncul di pikiran, langsung aja ditulis sambil nyari foto yang cocok (padahal kagak ada yang cocok, isi galeri foto diri sendiri semua, yaudah akhirnya seadanya, dicocok-cocokin). Makanya jangan heran dengan segala ketypoan, ketidaknyambungan foto dengan caption, dan kejanggalan apapun itu.

Buat yang buka feedku pasti tau kalau yang aku post foto berdua sama suami mulu, sampe bosen liatnya. Sampe sama orang-orang dikatain love bird lah, bertaburan cinta lah. Begitu juga dengan dia, sekalinya upload di akunnya langsung foto nunjukin cincin berdua. Eaaak~ Maklum dah maklum, masih baru.

Kami memang nggak pernah upload foto berduaan sebelum nikah, dan insyaallah nggak pernah upload foto berduaan dengan siapapun yang bukan mahram sebelumnya. Kalaupun pernah ada yang liat di feed, itu bukan perbuatan kami. Bisa jadi ditag sama orang lain atau dibajak. Alhamdulillah hasilnya waktu udah nikah jadi agak kalap upload gitu. Hahaha. Apakah kamu juga seperti kami?

Saat prosesi lamaran pun kita nggak punya foto berdua semacam teman-teman kami lainnya yang foto berdampingan sambil nunjukin cincin dan background bunga-bunga. Bahkan yang memakaikan cincin ke jariku bukan dia, tapi ibunya. Sama sekali nggak terpikir buat foto pamer cincin gitu. Hiks, sayang ya.

Begitulah spesialnya foto berduaan kami. Tapi habis ini paling udah bosen, terus ganti foto sendiri lagi, minta difotoin sama dia. *Sabar ya mas, istrimu emang sukanya narsis.

Mmmm.. oke cukup ngomongin foto. Sekarang semua merapat kesini, kakak mau cerita sedikit tentang lika-liku perjalanan ini (gaya mau dongengin anak-anak). Kemungkinan ceritanya bakal bersambung atau menggantung sesuai mood penulis (mulai deh seenak udel).

Jadi begini...

*btw kenapa ya kalau cerita diawalin "jadi begini" keliatannya lebih enak?*

Aku dan Dani bisa dibilang punya irisan hidup yang besar (sambil gambar diagram venn). Kami sekelas selama 4 tahun di S1, kebetulan satu kelompok praktikum di berbagai jenis praktikum juga, cuma di program profesi aja beda kelas. Kami juga berkali-kali terlibat organisasi, project, kompetisi, kegiatan kampus yang sama. Untuk lebih detailnya bisa diliat di salah satu caption di instagram ku. Mayan panjang listnya, males nulis lagi wkwk (siapa jugaa yang mau tau, pede amat). Jadi pertanyaan "kalian ketemunya dimana dulu kok bisa jadi?" tidak pernah diajukan sama sekali untuk kami. Hihihi.

Nah yang bikin orang bertanya-tanya adalah aku yang begini dan dia yang begitu, kami berdua yang menolak dan salting kalau dicie-ciein, kok tiba-tiba menghembuskan kabar lamaran terus nikah? Apakah kami diam-diam pacaran? Jawabannya adalah...

Semua sudah ditakdirkan Allah. Udah gitu aja. Sejujurnya aku juga bingung kalau ditanya begitu. Mungkin ini berawal dari doa-doa kami, juga perasaan merah jambu yang berseliweran di hati sejak lama. *muka memerah*

Dia terlihat mendekat saat aku berada di antara beberapa pilihan, tapi aku tidak terjebak dalam galau berkepanjangan untuk memilih apa dan siapa. Yang tercetus di pikiran hanya Dani. Masih merupakan misteri mengapa aku bisa sesantai itu menjatuhkan pilihan kepadanya, tanpa ada pengaruh dari siapapun, tanpa mau terlalu repot membandingkan dengan siapapun. Mungkin doa Dani sebegitu kuat sampai Allah memudahkan aku untuk 'sreg' padanya. Jadi malu, ternyata segitunya kamu memperjuangkanku diam-diam mas ckck. Tapi kami sama seperti orang kebanyakan, sempat terjebak masa penuh pikiran yang cukup berat. Tempat kerja yang berjauhan, cita-cita yang masih harus dikejar, tabungan yang terus dikumpulkan, dan lain-lain yang semuanya penuh perjuangan dan drama.

Aku pun belajar tentang pengorbanan, perjuangan, kesabaran lebih banyak dari sebelumnya. Sampai-sampai tidak pernah ada semalam pun yang kulewatkan tanpa menangis sebelum tidur (ya emang nangisan sih aslinya).

Di tengah-tengah balada itu kami berusaha mengintenskan ibadah sunnah. Puasa, tahajud, sholat hajat. Berharap proses kami dimudahkan.

Yang masih kuingat betul adalah kata-katanya ini, "Menikah itu ibadah. Setiap ibadah ada cobaannya. Contohnya sholat. Ada aja gangguannya. Masih kerja kek, masih males kek, masih males kek. Akhirnya yang imannya tidak kuat akan menunda. Begitu juga dengan menikah. Pasti ada aja cobaannya. Tinggal kita kuat menghadapinya atau tidak."

Sweet kan? Coba kita renungi dan iyakan dalam hati.

Dan alhamdulillah hati yang ketir-ketir mulai berani, dan seiring dengan semakin kuatnya niat, sedikit demi sedikit jalan mulai terang.

Banyak halangan rintangan yang kami lalui sebelum menikah. Mungkin orang lain juga begitu. Dan semua itu akan kusimpan rapi. Kalau-kalau ada masalah yang harus kami hadapi dan terasa berat, aku akan ingat betapa tak sedikit yang sudah kami hadapi dahulu, jadi kali ini kami pasti bisa. (ehem suami gueh pasti bangga dan terharu kalau baca ini).

Oke sekian dulu #meracau saya kali ini. Capek ngetik lewat hp. Next aku akan menceritakan bagian lain yang lebih seru.


      edit

0 komentar:

Post a Comment

yuuk komen yuuk . . .