Thursday, October 12, 2017

Published 8:58 PM by with 0 comment

A Marriage Life #3 : Rasanya Punya Teman Hidup


Sini aku ceritain rasanya punya teman hidup.

Dulu aku pernah berdoa, “Ya Allah, beri aku teman. Teman yang menemaniku di saat senang dan susah. Teman yang mengerti diriku. Teman yang bisa membuat diriku lebih baik. Teman yang menyayangiku dan menyayangiMu.”

Kenapa berdoa seperti itu? Iya, sejujurnya dulu aku seringkali kesepian. Dulu aku seringkali harus menunjukkan effort lebih untuk berteman atau bertemu dengan teman. Jadi bisa bayangkan gimana rasanya aku ketika punya teman hidup? :)

Hidupku banyak berubah. Dari yang apa-apa sendiri, sekarang apa-apa berdua. Dari yang memilih asyik dengan pikiran sendiri, sekarang lebih senang berbagi pikiran.

Sejak bangun tidur, baru melek, yang aku lihat adalah si hubby. (please jangan baper, please)

“Bangun, sayang…” gitu biasanya aku membangunkan, sambil pegang lengannya. Padahal dulu mana pernah aku bangunin orang, yang ada aku selalu berpesan ke orang serumah, “besok bangunin aku jam 5 yaa.”

Terus bangun pagi, turun ke dapur, masak, bikin susu coklat. Masaknya rada bener pula, ada sayurnya. Biasanya tinggal makan aja males, sekarang pakai masak. Si hubby pas awal-awal bilang, “nggak usah repot-repot masak tiap hari, aku udah biasa kok makan sembarangan.” Yah begitulah mantan anak kos. Aku mana tega tiap hari makan beli di luar, banyak micinnya. Huhuhu. Maka aku berjuang, walaupun nggak bisa-bisa banget, masak yang sehat untuk hubby. Terutama di hari Sabtu, waktu aku libur dan dia masuk kerja.

Berangkat kerja pun sekarang ada yang nganterin! Wow. Aku berangkat kerja dari rumah ke tempat parkir bus karyawan, terus naik bus itu sampai ke kantor. Soalnya jaraknya lumayan jauh sih. Surabaya-Sidoarjo (segini doang jauh?). Daripada motoran sendiri, mending pakai fasilitas bus karyawan kan ya. Jadi hubby nganterin ke tempat parkir bus itu. Terus sore dia jemput di situ juga. Lama-lama dia membentuk Serikat Suami-Suami Jemput Istri di Darmokali (tempat parkir busnya di Jalan Darmokali. Red) bersama dengan suami-suami lain yang berjajar menunggu di depan tempat parkir bus.

Tiap mau keluar rumah sendirian, ada yang wajib dipamitin. Pamitnya harus bener, nggak bersifat notif doang. Kalau sama orang tua kan paling notif doang kayak gini,

“Mah, aku nanti pulang malem.”

“Yah, besok aku nonton konser.”

Trus tanpa nunggu respon dari orang tua, kita langsung aja cus pergi.

Sedangkan kalau sama si hubby, pamitnya harus gini,

“Bi, aku mau ke Lotte jam 11. Boleh?”

“Bi, besok aku seminar jam 8. Boleh? Kamu anterin apa berangkat sendiri?”

Kalau dijawab “iya” atau “boleh” baru kita pergi. Gitu buk ibuk. Kalau pamitnya lewat chat, terus dia nggak segera baca, yaudah diem aja dulu di rumah sampai dijawab “iya”.

Nah, cara ngakalinnya adalah pagi-pagi sebelum dia keluar rumah, aku langsung merapel ijin, “Bi, aku nanti ke pasar jam 7, terus keluar lagi ke Lotte jam 10, terus mau makan siang sama temen-temen di tempat makan biasanya. Boleh?”

Paling dalam hati dia bilang, “banyak amat acaranya.” Hahaha.

“Boleh, tapi waktu aku pulang, kamu udah di rumah ya.”

Yes sir!

Tapi jangan dipikir kehidupan rumah tangga selamanya mulus. Nggak selamanya sweet. Ada kalanya kami menunjukkan ego masing-masing yang sama gedenya, maklum masih muda. Pernah juga berantem, ngambek-ngambekan, ditambahin backsound dikit aja udah mirip kayak sinetron Indonesia. Biasa itu mah. Dan ujung-ujungnya dia yang ngalah. Huhuhu, it’s my big big personality problem sih ya, nggak pernah mau ngalah. Maunya menang mulu. Untunglah punya hubby yang rela mengalah kayak gini, dan sedikit banyak ngajarin buat lebih menurunkan ego, menahan emosi, tenang menghadapi masalah, sabar.

Entah apapun masalahnya, aku lebih suka melihat kehidupan rumah tangga ini dari sisi positifnya aja. Seperti kata Salim A. Fillah,

Setiap orang ibarat bulan
Memiliki sisi kelam
Yang tak pernah ingin ia tunjukkan pada siapa pun
Pun sungguh cukup bagi kita
Memandang sejuknya permukaan bulan
Pada sisi yang menghadap ke bumi

Sejuk kan kalau bisa kayak gitu? Sejuk seperti Surabaya… beberapa bulan yang lalu. Bukan Surabaya yang sekarang, 36-38 derajat celcius. Sampai air kran aja anget. Maigad!

Mulai deh ngelantur. Sebaiknya kita akhiri sampai sini dulu yah. Hihihi.
      edit

0 komentar:

Post a Comment

yuuk komen yuuk . . .