Kepada Langit.
Hai langit, bisakah aku meminta
tolong padamu? Tolong gambarkan perasaanku. Kau lapang sekali, aku harap
seluruh perasaanku dapat tergambar di sana. Aku belum tau berapa luas yang
kubutuhkan, langit. Yang jelas, sangat luas. Tolong siapkan alat-alat untuk
menggambar. Hujan, matahari, awan, pelangi, bintang, petir. Apapun yang kau
punya. Angin pun bisa kau gunakan untuk menggambarkan rasa yang terlalu gaib.
Aku tidak galau, langit. Jangan
kau sangka setiap aku menatapmu dengan pandangan kosong, aku sedang galau. Aku
hanya gemar menatapmu, tak peduli apapun perasaanku, dan berharap ada suatu
gelombang yang terpancar dari atmosfermu untukku, atau sesuatu yang lain yang
merupakan tanda bahwa kau bisa diajak bicara.
Langit, aku tau kau pasti bosan menggantung
di atasku. Makanya aku ingin mengajakmu melakukan sesuatu yang menyenangkan :
menggambarkan perasaanku. Jika kau sudah siap, aku akan memberi tau apa yang
harus kau gambar...
Gambarlah hujan gerimis, tapi
jangan ada awan gelap. Aku takut awan gelap itu menutupi segala yang seharusnya
terlihat. Hujan itu memperlihatkan gerimis sebenarnya di hati dan mata. Hujannya
tidak boleh terlalu lama agar mataku bisa kembali jernih menatapmu.
Sekarang hentikan hujan gerimisnya.
Gantilah dengan awan putih seperti kapas. Seperti itulah aku berusaha membentuk
hatiku. Putih dan lembut. Gumpalkan awan-awan itu menjadi bentuk daun waru,
sebagai tanda cinta bagi seseorang yang punya panjang gelombang sama denganku.
Di sisi yang lain, letakkan
matahari pagi yang tidak terlalu silau. Biarkan sinarnya menembus celah awan-awan
putih itu. Aturlah agar sisa sinarnya tertangkap hati manusia-manusia lain yang
sedang mencari kehangatan.
Kemudian awan yang tipis seperti
selimut. Letakkan secara beraturan. Melambangkan batas zona di atasnya yang
tidak boleh dilewati. Batas yang tidak boleh ditembus oleh siapapun. Biarkan
awan itu selalu di tempatnya. Suatu hari nanti aku akan melintas tepat di
bawahnya, menyaksikan segala yang ada di bawahmu, dengan pesawatku.
Gemuruh petir juga boleh kau
pakai, langit. Silih berganti dengan kilat yang menghujam ke bumi. Aku sedang
marah yang tak bisa terungkapkan, mungkin karena terlalu plegmatis. Biar kau
saja yang mengungkapkan.
Mana bintangmu yang paling indah
selain matahari? Perlihatkan bintang itu, satu saja. Aku mau yang cahayanya
berwarna merah, dan pendarnya terlihat hingga jarak ribuan kilometer. Letakkan
bintang itu di atas sebuah kota yang selalu hadir di angan. Agar aku selalu
menatapnya dan tidak lupa dengan impianku. Katakan pada kota indah itu, langit,
bahwa aku akan kesana sebentar lagi. Biarkan bintang itu tetap di sana,
menungguku, menyambutku.
Terakhir, jika kau mau
menghiburku, gambarlah pelangi yang indah, langit. Yang besar. Aku mau
menghapus air mataku jika kau beri pelangi. Pelangi juga melukiskan sisi indah
perasaan manusia. Gambarlah lengkungnya dengan sempurna, agar senyumku juga sempurna.
Sepertinya sudah lengkap. Bila ada yang terlewat,
gambarkan dengan angin saja. Terimakasih, langit. Gambarmu indah sekali. Aku
menyukainya.
20 Desember 2012
Chyn