Friday, November 8, 2013

Published 11:11 PM by with 0 comment

Dan Semester Tujuh Ini...



*menghirup nafas panjang*

Aah semester tujuh. Saat yang tepat menghadapi tekanan demi tekanan dari segala arah. Ini sudah (atau baru) tengah semester, ujiannya terasa mencekam. Entah aku yang kurang cerdas atau memang pelajarannya semakin sulit. Tapi ya beginilah Farmasi. Semakin dekat dengan kelulusan, semakin sulit. Semacam obat yang kalau mau sampai ke reseptor harus melewati barrier-barrier tubuh. Tidak mudah, tapi dengan usaha formulator dan teknologi, akhirnya bisa.

Terkadang kalau sedang lelah dan semangat tersupresi sedemikian rupa hingga terduduk lemas di depan tumpukan kertas-kertas tugas, aku meraba kembali kenangan-kenangan yang membawaku hingga ke titik ini. Kenangan itu seperti menjadi zona nyaman yang aku rindukan. Selalu aku rindukan.

Semester tujuh ini dimulai dengan sangat indah.

KKN... Kurang lebih satu bulan menjalaninya di desa Jrebeng, Probolinggo. Benar-benar kenangan tak terlupakan. Teman-teman sekelompok, Bu Imam, sungai yang indah, suasana desa, anak-anak kecil kesayangan. Tidak ada habisnya kalau diceritakan. Hidupku bisa dibilang sempurna saat itu. Segalanya menyusun diri untuk membahagiakanku. Mengusir penat semester enam. ‘Kabur’ sejenak dari kehidupan kampus. Seperti menjalani kehidupan di dunia lain yang sangat berbeda dan lepas dari sangkar. Terbang. Tertawa lepas.

Kemudian Allah memberikan kejutan : Istanbul! Itu pertama kalinya aku menjejakkan kaki di benua lain. Pertama kali meninggalkan negeriku. Pertama kali merasakan penerbangan hampir sepuluh jam. Segalanya serba pertama kali. Aku seperti anak kecil yang mendapatkan hadiah mainan baru. Menyambut dan menggenggamnya dengan riang. Menikmati setiap bagiannya. Mengenal teman-teman baru dari berbagai belahan dunia. Dihujani keramahan saudara seiman. Melangkah di antara jejak kebesaran Islam. Merentangkan tangan seakan ingin menggenggam semua. Saat menghirup angin dingin musim gugur, aku menyadari, setelah meninggalkan kota yang indah ini, hidupku akan banyak berubah.

Kedua hal itu menjadi dua kepingan besar dalam hidupku. Kepingan yang menyusun nilai-nilai dalam diriku hingga menjadi seperti saat ini.

Dan benar saja, hidupku banyak berubah. Ketika semester tujuh dimulai, duniaku sedang tidak stabil. Sempat terkoyak. Mematahkan energi semester baru yang biasanya aku gejolakkan. Aku yang tadinya terbang dan tertawa lepas, mendadak tersungkur dan menangis sejadi-jadinya. Berkomplikasi dengan jetlag yang sering membuatku setengah sadar di kelas, semester tujuhku hampir tidak ada artinya.

Mungkin ini yang sering dikatakan orang “hidup itu seperti roda yang berputar”. Hidupku bukan sekedar diputar, tapi dibanting seratus delapan puluh derajat. Aku kaget dan menangis keras.

Meskipun belum lelah menangis, tapi aku memutuskan untuk bangkit. Perlahan. Hingga tegak berdiri. Aku menerima dengan lapang tugas-tugas kuliah yang menyerbu. Memberikan usaha terbaik meski hati dan pikiran belum tertata rapi seperti sedia kala. Benar-benar perlahan. Jika merasa tak sanggup, aku bersandar pada-Nya. Maka perlahan juga aku belajar ikhlas.

“This is life, dear.” begitu kata Doaa, seorang teman dari Mesir.

Ya, inilah hidup. Hidup yang berjalan sesuai kehendak Allah. Sejauh ini skenario Allah tak pernah mengecewakan, maka aku jalani saja.

Satu-dua kekuatan mulai muncul dan menggantikan lelah. Tapi di sisi lain aku masih membutuhkan waktu untuk menyembuhkan. Entah berapa banyak, tapi aku yakin akan sembuh. Time would heal.

Dan semester tujuh ini akan penuh kebahagiaan seperti semester yang sudah-sudah. Aku akan terbang lagi. Tertawa lepas lagi.

Allah sedang merajutkan kehidupan terbaik, bukan?

Aku percaya dan sayang Allah selalu :)
      edit

0 komentar:

Post a Comment

yuuk komen yuuk . . .