For a melancholic person, having friends like them is something worth to write.
Dani dan Ulil. Dua cowok ini aku temukan di kehidupan kampus yang hectic luar biasa. Yang satu polos tapi agak kaku, yang satu lagi konyol tapi polos. Dua-duanya kreatif dan suka bikin karya yang anak farmasi kebanyakan pada nggak bisa.
Kami bertiga sebenarnya sibuk sendiri-sendiri, berdiri di atas kepentingan organisasi yang berbeda, yang satu ikut lomba karya ilmiah mulu, yang satu sibuk di rohis mulu, yang satu sibuk jadi sekretaris mulu (bisa ditebak kan siapa yang jadi sekretaris mulu). Somehow aku bahagia sering menemukan mereka di sekitaran kampus walaupun dalam kondisi mengenaskan semacam lagi duduk bengong di depan laptop di depan lab kimed atau berjalan terlunta-lunta dengan dahi berkerut-kerut akibat kebanyakan mikir. Hahaha.
Waktu musim ujian, kami berjuang agar terjaga sampai dini hari, kalau bisa sampai pagi. Mereka berdua kadang belajar bareng di kosan lalu menghubungi aku lewat sms atau chat. Jadi ceritanya belajar bersama jarak jauh. Ya kadang resek juga sih kalau dipikir-pikir, jam setengah dua malam, kalau aku sudah selesai belajar tapi mereka belum, hpku nggak berhenti bunyi.
"Cin iki yaopo?"
“Ngantuuuk.”
"Duh aku durung mari, ojok ditinggal turuu."
Ulil nih yang biasanya kayak gitu.
Lalu besoknya waktu ujian lingkaran mata rasanya udah lebih hitam dari matanya panda.
Aku sering terlibat organisasi dan kompetisi yang sama dengan Dani, tapi kalau sama Ulil sepertinya saat kepanitiaan SE aja. Itupun lagi-lagi jadi sekretaris. Kalau bukan dia yang jadi ketua, nggak bakalan aku terima job itu *jadi ini ceritanya terpaksa? hahaha, eh nggak boleh terpaksa ding, nanti nggak dapat pahala.
Selain itu, kami sering sekelompok praktikum dan tugas. Mulai dari praktikum di lab sampai kelompok tugas yang beraneka macam semacam bikin presentasi, acara talkshow atau bikin video. Dan kelakuannya ada-ada aja.
Dulu sempat terbesit pikiran, if one day i marry one of these guys, i will be the luckiest woman in earth. At least, another man that looks alike. Secara aku mengenal mereka nggak sebentar, tau kalau mereka tipe orang yang baik dan bertanggung jawab, punya nilai plus dibandingkan orang di sekitarnya. Walaupun kadang saling bertingkah menyebalkan, kami nggak pernah sampai bertengkar. Yaiyalah mereka cowok. Trus mereka ini tipe yang one for a lifetime. Sekalinya mencintai seorang wanita, berarti itu untuk selamanya. Tssaaahh.
Lama-lama Ulil terlihat mempunyai niat menjodohkan aku dengan temannya yang polos tapi agak kaku itu. Waktu itu aku istilahnya "moh moh temen". Padahal ya Lil, itu cuma bilang nggak mau di mulut doang. Di dalam hati siapa tau malah berdoa mengaminkan. Hahaha. Akhirnya Ulil pun mengurungkan niatnya menjadi perantara antara aku dan Dani.
Aku juga sempat berharap, sampai nanti-nanti walaupun kami sudah lulus, sudah berkeluarga, sudah jadi orang sukses, kami akan saling mengunjungi. Waktu itu aku belum tau apakah kami ini tipe orang yang deket pas lagi ada butuhnya aja atau yang selamanya bisa saling berbagi, tapi semoga sajalah yang kedua, karena tipe teman yang pertama sudah banyak, baik pas ada butuhnya aja, terutama butuh pas ujian, pas belajar, pas ngerjakan tugas. Setelah masa belajar selesai, aku nggak dianggep. *no offense*
Sekarang, saat aku dan Dani akhirnya 'dipertemukan' oleh Allah, dan semakin dekat dengan hari pernikahan. Tentu saja Ulil jadi orang yang sangat berbahagia. Dia juga tau garis besar rencana kami ke depannya. Seringkali aku bilang, "dungakno yo lil.", lalu dia menjawab dengan penuh takzim, "takdungakno cin, mugo-mugo yo. Aamiin." Berasa minta doa ke mbah kyai aja ya.
Begitu juga dengan kisah hidup Ulil. Aku dan Dani sudah jelas akan selalu mendukung (dan menggodanya sampai salting sebagai balasan kelakuannya dulu yang sering membuat aku dan Dani salting).
Aku baru menyadari, ternyata ketulusan untuk saling mendoakan itu memperkuat silaturahim. Doa menembus jarak dan waktu, jadi keduanya bukan masalah selama kita masih ingat mendoakan satu sama lain. Kalau ada teman-teman kita yang terasa menjauh dan tidak kunjung kembali, mari kita lihat apakah kita masih saling mendoakan satu sama lain?
So, Ulil, which side are you now? My bridesmaid or his best man? Hmm... I understand if you don’t want to be my bridesmaid as the attire doesn’t fit in you, so you could be his best man (and let your spouse to be my bridesmaid maybe hahaha).