Monday, February 11, 2013

Published 10:08 PM by with 0 comment

Pare Never Ends

Biasanya istilah never ends dipakai untuk menggambarkan sesuatu yang sangat sangat tidak ingin dilupakan meskipun sudah berakhir, begitu pula dengan Pare. Oh my God, this place is really something...

Awalnya aku layaknya peri bunga yang salah mendarat di bandara Juanda, berasa nyasar, tapi itu hanya berlaku di hari pertama... dan mungkin hari kedua juga sih. Tapi setelah itu si peri bunga seperti terbangun dari mimpinya dan melonjak-lonjak senang karena bandara Juanda tadi sudah dirobohkan dan diganti negeri awan yang banyak peri-peri lainnya.

Aku sedang membuka koper dan mengeluarkan boneka Muja dan Elmo-ku untuk pertama kalinya ketika mendadak kamarku didatangi segerombol cewek-cewek yang entah dari mana asalnya. Aku menyambut mereka dengan "Heeey, what's your name? I'm Chyntia!" kemudian entah sudah berapa kali aku mengucapkan kata-kata itu ke semua orang yang aku temui. Lalu aku berpikir, perlu formalitas semacam "nice to see you" nggak ya, tapi ternyata nggak ada yang bilang kayak gitu, okelah. Dan setelah itu, ada terlalu banyak kisah untuk diceritakan...

Ini pertama kalinya aku tinggal di camp. Segalanya seperti menyusun diriku agar lebih teratur. Bangun jam 4 pagi, sholat subuh, study club, belajar di kelas, study club lagi, kalau malam jumat ada pengajian, setelah itu baru jalan-jalan gaya anak gaul Pare atau nonton tv sambil berceloteh sama siapa pun.

Kalau nggak salah waktu itu hari kedua aku tinggal di camp, setelah study club malam aku dengan canggung menghampiri segerombolan anak di depan TV, entah mereka dari kamar nomor berapa aku belum pernah lihat sebelumnya. Beberapa menit kemudian kita udah ketawa ngakak nggak berhenti-berhenti karena saling nge-bully. Bahasa kita yang campur-campur bikin seorang coach ngebentak dari kejauhan, "Don't use bahasa Indonesia so many! Speak English!", tapi kita tetep aja ngakak.

Pernah juga suatu malam ketika camp sudah sepi, aku keluar kamar dan melihat teman kamar sebelah lagi nangis sambil nelpon. Aku nggak kenal dan nggak tau harus gimana. Jadi aku kasih senyuman sesisir dan dia mengangguk, entah apa maksudnya. Mungkin dia mau bilang, "iya iya gueh tau senyuman lo mirip senyuman sama boneka elmo lu." hahaha.

Sementara itu, di kelas Speaking yang isinya cuma lima orang plus coach satu orang, aku nemu orang-orang super absurd. Di kelas ini isinya presentasi mulu. Mulai presentasi tentang major sampai story telling. Aku dengan bangga menceritakan pahlawan favoritku, avatar. Dari Bromo sampe Pare, avatar teteeep aja dibawa-bawa.

Dua minggu kepotong sama ujian Farkol itu nggak berasa. Tau-tau udah hari Sabtu pagi dan tidur cantikku teraborsi oleh teriakan Irin, "aku nggak mau pulaaaang... Kak, aku nggak mau pulaaang!!!" Duh, dari pertama ketemu sampe mau pulang masih berisik aja ini anak. Lalu coach di seberang kamar menyahut santai sambil makan kacang atom, "it's okay, not go home it's okay.", padahal dia sedih juga mau ditinggalin murid-muridnya.

Malam sebelumnya, aku, Caca, Irin melanggar jam malam. Peduli amat sama punishment, toh besok aku pulang. Hahaha. Kita plus Hani dan Meli udah sok gaul masuk ke Bali House, cafe paling gaul di sana. Eh ternyata penuh, kita akhirnya kelayapan dan memutuskan nongkrong di wakapo meskipun makanan di sana udah habis. Karena laper, aku dan Caca beli nasi goreng, dan Meli beli jus. Kita berpencar dan jani ketemu lagi di Wakapo. Eh habis itu Meli nggak balik ke Wakapo. Masa' iya anak kayak Meli diculik? Kasian penculiknya ketawa-ketawa terus ntar. Akhirnya kita ngumpul di depan TV seperti biasa, nonton xfactor sambil ketawa-ketawa dan berkomentar bodoh.

Yah, namanya juga camp, Orang datang dan pergi oh begitu saja. Semua ku t'rima apa adanya... *lanjut nyanyi sebentar.

Aku membayangkan perasaan coach-coach yang lama tinggal di sini. Barusan aja nemu murid-murid, lalu deket, lalu sayang, lalu seneng, lalu pisah, lalu sedih. Lalu siklus berulang lagi. Kalau coach-nya mellow yellow kayak aku gini, udah terkikis habis itu perasaannya -.-

Jangankan coach-nya, aku aja sediiih bangeeet waktu harus mengepak koper lagi - sekarang isinya setumpuk baju kotor - dan memasukkan Muja dan Elmo ke tas yang lain. Serius, sedih banget, meskipun aku nggak teriak-teriak macam Irin. Berakhir sudah status anak asrama-ku. Aku menuruni tangga untuk terakhir kalinya, sementara teman-teman yang masih tinggal di camp seperti Caca, Meli, Vita melambaikan tangan dan menyaksikan perjuanganku menjinjing koper - woy, bantuin kek! Kalo gini aja anak-anak itu mendadak beradegan sinetron, padahal biasanya rame bak penonton empat mata.

Nggak ada lagi teriakan "English! Speak in english!" dari coach. Nggak ada lagi acara kelayapan dan buru-buru pulang sebelum jam setengah sepuluh. Nggak ada lagi study club malem yang kebanyakan bikin kesel. Nggak ada lagi rame-ramean di depan tv nonton xfactor. Nggak ada lagi sesi mencari makan bersama Irin dan Windy. Oh God, surely I will miss this place. See ya, Pare.
      edit

0 komentar:

Post a Comment

yuuk komen yuuk . . .