Sore ini mendungnya membuat
nyaman seperti biasa. Aku bersandar di kursi teras rumah. Sebenarnya tadi
keluar tujuannya pengen ngelihat mas roti bakar di ujung jalan sudah buka lapak
apa belum, eh malah duduk dan bengong. Saking bengongnya, ada truk lewat depan
rumah hampir nabrak pagar aku masih diem aja, sampe sopirnya turun dan nutup
pagar biar truknya bisa lewat. Rasanya ini pertama kali aku melihat dunia luar
(alay). Setelah dua hari bersemedi di kamar ngerjakan esai ini itu,
mendelik liat form ini itu sambil ngebatin macam-macam, akhirnya aku memutuskan
untuk bangkit. Kali aja di luar sudah kiamat dan malaikat lupa nggak melongok ke
tempat semediku. Sumpret dah, alay kebangetan.
Dan setelah serangkaian esai-esai
yang kubuat demi bisa sekolah lagi, mungkin kini saatnya menulis yang
ringan-ringan.
Kalau sudah memandang langit begini
ini pikiran terpental kemana-mana, ke masa lalu, ke masa depan. *Yaela katanya
mau nulis yang ringan-ringan aja, pikirannya lagi berat gitu. Mungkin memang yang ringan cuma berat badan gueh*
Mungkin ini bisa jadi semboyanku : di dalam tubuh yang ringan terdapat pikiran yang berat -,-
Sejak kejadian tak terlupakan di
perjalanan pulang dari B29, hidupku seperti kena serangan pengendali udara
berkali-kali. Ada aja yang bikin kaget, bikin pusing, bikin air mata keluar
tanpa diperintah. So overall, i had hard days. Sebutin aja. Interview Ferron,
ngurusin percepatan ijazah, berkas-berkas buat beasiswa, belum lagi urusan
panitia suatu acara yang akan segera menghadirkan tugas bikin ini itu yang
aneh-aneh. And you know, saat interview, interviewernya bisa bikin aku mikir
mati-matian di sepanjang sisa hari itu. Dia bilang “ada sesuatu yang hilang
dari diri kamu...” Duh apalah itu Pak. Kalau yang Anda maksud data di harddisk,
Anda benar -,-
Oke sebenarnya biasa aja sih.
Dulu pernah dua kali lebih rempong kehidupan ini, jaman-jaman amanah bertumpuk
menjadi satu bersama kuliah dan ujian. Jadi nggak pantas mengeluh kalau cuma
beginian.
Yang bikin berat sekarang adalah karena
aku banyak mikir. Pernah nggak sih kamu berpikir macam gini, “kok rasanya jalan
yang aku pilih, keputusan yang aku ambil, seringkali merupakan hal yang lumayan
berat... dan orang lain sepertinya memilih jalan yang lebih mudah. Apa aku yang
salah memilih atau memang harusnya begitu atau itu pandangan karena aku lagi
iri aja ya?”
Dan kalau ada yang mempertanyakan
kenapa aku ngebet banget pengen sekolah lagi begitu lulus program profesi,
penjelasannya bisa panjang dan penuh idealisme.
I never expect my life is always
taken for granted. Hanya terkadang aku takut salah mengambil keputusan untuk
hidupku sendiri. Dan lebih takut lagi kalau salah dan tidak ada kesempatan
untuk memperbaikinya.
Daripada berlarut-larut, akhirnya
keresahan ini kukembalikan pada yang paling berhak mengatur hidupku, Allah SWT. Biarlah Ia yang memberiku kekuatan untuk melawan para pengendali udara yang datang silih berganti ini.
0 komentar:
Post a Comment
yuuk komen yuuk . . .