Coba bayangin, kamu terlibat perang di gurun pasir selama beberapa hari tanpa henti, terus akhirnya kamu menang telak dan ngerayain sambil joget-joget di tengah hujan yang barusan turun dengan brutalnya.
Gimana rasanya?
Ato yang sederhana aja deh. Semisal kamu berhasil ngilangin jerawat di ujung hidung setelah sebulan perawatan wajah pake salep, krim, sabun segala macem.
Apalagi gara-gara jerawat nggak tau malu itu, kamu nggak berani keluar rumah kalo nggak pake masker kayak orang kena virus ganas.
Gimana rasanya?
Pastinya seneng bukan main, lega, bersyukur tak terkira-kira dan sedikit terharu mungkin.
Nah, kayak gitu tuh yang aku rasain waktu pertama kali nyobain jaket almamaterku. Jelas, ini bukan jaket biasa yang bisa dibeli di distro pake duit ratusan ribu kayak jaket-jaket lain, melainkan jaket yang aku dapatkan dengan perjuangan setengah mampus.
Ya, semua cerita tentang jaket ini adalah perjuangan.
Mulai dari perjuangan ngebagus-bagusin nilai rapor semester 5 biar bisa ikut PMDK; ngantri verifikasi pendaftaran tes; ngebut belajar buat tes; tes tulis; deg-degan nunggu hasil tes; sampe kemaren ngantri berjam-jam demi ngambil jaket ini.
Suer, nggak nanggung-nanggung ngantri ngambil jaket ini kemaren. Nggak jauh beda sama ngantri sembako gratis. Sampe puyeng nih kepala berjubel-jubel nggak karuan. Petugasnya jutek-jutek pula.
Ckckck, bener emang, hidup tiada mungkin tanpa perjuangan, tanpa pengorbanan. Dan perjuangan selanjutnya akan berawal dari jaket ini.
Waktu nyoba jaket itu di rumah, aku berdiri di depan cermin. Yang aku liat di cermin, seorang cewek cantik, berdiri tegak, memakai jaket warna biru dengan logo makhluk mitologi yang disebut Garuda Muka warna biru-kuning di dada sebelah kiri. Lalu aku pake juga mutz biru di kepala. Keliatan gagah, tapi tetep cantik. Sekilas mirip taruna Angkatan Laut, bro. Keren banget! Hahaha.
Aku memegang bordiran logo UNAIR di jaket. Garuda dalam lingkaran kuning itu tiba-tiba menggerakkan paruhnya dan ngomong ke aku.
“Welcome, Chyntia Tresna Nastiti. Selamat bergabung dengan civitas akademika Universitas Airlangga. Kami telah menunggu kedatanganmu, seperti dunia yang juga menunggu kedatanganmu untuk membawa perubahan untuknya. Kamu akan melakukan tindakan dan pemikiran yang lebih nyata untuk mewujudkan mimpi dan rencana masa depanmu di sini. Selamat berjuang, anak kecil – eh, anak muda maksudnya.”
Dan makhluk kuno itu kembali diam.
Ah, padahal tadinya aku mau nanya-nanya tentang asal-usulnya dia.
Dan tinggal aku dan bayangan diriku di cermin yang senyum-senyum narsis tanpa mempedulikan Omku yang komentar, “belum pantes jadi anak kuliahan! Hahaha.”
Well, gimanapun aku siap dengan semua bentuk perjuangan yang akan aku jalani bersama jaket biru ini :)
Semangat, Chyntia!