Itu kata seorang anak SD yang mau UAN. Hmm... ya bagus sih buat motivasi, gimanapun semangat “memperebutkan hadiah” itu memacu usaha banget, apalagi buat tipe anak kayak dia yang notabene susah disuruh belajar. Baguslah, tapi bener kah caranya seperti itu?
Yang gueh tau “nilai UAN bagus” dan “masuk SMP favorit” itu jauh lebih berharga daripada ipad. Lagian anak SD gitu loooh, buat apa ipad? Gueh aja dari dulu ngiler sama ipad belum kesampaian #iri. Ah mungkin anak umur segitu belum ngerti...
Seinget aku, selama ini aku nggak pernah diiiming-imingi sesuatu sebagai tanda hadiah. “Kalau kamu bisa rangking 1, nanti mama beliin anak gajah warna pink.”
Belinya dimane mak? Di Way Kambas aja adanya warna abu-abu semua.
Dulu aku emang pengen banget pelihara gajah warna pink kayak Bona yang di majalah Bobo, kirain di pasar ada yang jual, tinggal diiket kakinya, dimasukin kresek terus dibawa pulang.
“Kalau kamu bisa juara kelas, nanti mama ajak ke planet Kryptonite terus kita minta foto bareng Superman di sana.”
Supermannya lagi maen film di bumi, mak -_-
“Kalau rangkingmu bisa naik semester ini, nanti mama bikinin kue lapis bentuk onde-onde.”
Nah lho gimana itu ya? Hahaha.
“Kalau kamu bisa.... nanti mama kasih hadiah....”
No way. Enggak blas deh pokoknya.
*keliatan banget kalo iri.
Eh enggak iri kok... Hemm, dikit sih sebenernya :p eh enggak enggak, beneran nggak iri. Sekedar berpendapat aja, motivasi yang berupa pemberian materi itu menurutku akan cepat terdegradasi. Atau dengan kata lain, hanya memacu semangat sementara saja sebelum akhirnya males-malesan lagi.
Meskipun mamaku nggak pernah menjanjikan hal-hal materiil seperti itu, tapi ada sesuatu darinya yang selalu memacu aku dari dulu hingga sekarang...
Mama biasanya membiarkan aku berusaha sekuatku sebisaku, lalu ketika hasilnya keluar, entah baik atau buruk, beliau selalu tau cara tepat untuk menghargainya. Iya, MENGHARGAI, bukan sekedar menyanjung atau memuji.
Mamaku itu tipe orang yang sederhana. Penampilannya sederhana. Perbuatannya sederhana. Tutur katanya sederhana. Kesukaannya sederhana. Kebahagiaannya sederhana. Tapi ketulusan hatinya luar biasa. Maka cara menghargainya pun sederhana dan tulus, membuat orang yang mendengar luluh hatinya.
Misalnya dulu waktu SD. Nilai raporku jelek, bahkan mungkin paling jelek di kelas. Orang tua lain mungkin akan malu dan kesel, terus marah-marahin anaknya yang nggak pernah belajar. Tapi mamaku enggak. Yang dikatakannya cuma,
“Waah kok jelek... Tapi nggak apa-apa, kan sudah berusaha. Habis ini belajar yang rajin yah. Nanti mama bantuin yang nggak bisa.” Plus senyum tiga jari.
Aku hanya mengangguk, tersenyum juga. Dalam hati aku berkata, “iyah ma. Aku akan belajar. Sungguh aku akan belajar biar nggak jelek lagi nilainya.”
Makanya aku heran ngeliat adek-adek sepupuku dicerewetin ibunya gara-gara nilainya jelek.
Atau waktu SMA. Pas kelas 3 bisa rangking 1 di kelas *eh, bukan maksud hati untuk sombong*. Mama cuma bilang,
“Selamat ya sayang. Nggak sia-sia kan usahanya belajar tekun? Mama bangga sama kamu. Semua orang yang kenal kamu juga pasti bangga.” Plus senyum tiga jari lagi.
Lagi-lagi aku hanya mengangguk, tersenyum lebih lebar plus mata berkaca-kaca.
Itulah mamaku. Yang dihargai itu USAHAnya, bukan HASILnya. Setiap usaha itu ada harganya, berikanlah dengan tulus.
Dulu aku selalu menelan kekecewaan karena seumur-umur rapor nggak pernah diambil orang tuaku sendiri, malah pernah dititipin ke orang tua temen karena nggak ada yang ngambil. Ketika sebagian besar orang “merayakan” hari rapotannya, aku malah nangis, mengurung diri di kamar, dan baru membaik kalau mamaku datang atau sekedar nelpon untuk mengatakan kata-kata ajaibnya itu.
Sampai sekarang pun, kalau inget senyumnya mamaku, kalau lagi terngiang-ngiang suaranya yang lembut, langsung deh muncul semangat untuk berusaha lebih dari alam bawah sadar.
Everything I do, I do it for you Mom, for your smile and happiness. Please Allah, take her care, make her happy, and say to her that I love her more than I can say :’)
0 komentar:
Post a Comment
yuuk komen yuuk . . .