Seiring berjalannya waktu, aku semakin mengerti untuk apa kau hadir, peran apa yang ingin kau mainkan dan apa yang sebenarnya terjadi. Dan aku tak mau menerimanya. Aku tak menginginkanmu mengambil peran apapun dalam hidupku. Aku tak menginginkan apapun darimu. Sebaik apapun kau, setulus apapun kau. Aku tetap tak mau.
Lalu tanpa meminta persetujuan dari seorang anak kecil sepertiku, kau memasuki hidupku, membuatku membencimu, sangat membencimu. Tak kugubris lagi perhatian darimu. Tak kupedulikan lagi kau. Kau mengubah banyak hal dalam kehidupanku. Aku lebih suka kehidupanku yang lama, yang tak pernah ku dapatkan lagi.
Aku ingin pergi. Tapi sejauh apapun aku pergi, aku masih hidup dalam kehidupanku. Kau pun masih ada di kehidupanku, masih tetap kubenci. Jika aku benar-benar ingin pergi dari kehidupanku, berarti aku harus mati.
Tidak, Tuhan tidak akan mengizinkan aku mati hanya karena ingin melarikan diri dari sesuatu yang tidak aku inginkan.
Jadi aku memilih untuk tetap hidup, dengan pertimbangan aku masih bisa mengusahakan sesuatu, yaitu berpura-pura kau tak ada. Aku mengambil jalan lain, berharap kau tak ada di sana. Ternyata jejakmu membekas. Setiap kali ku temui jejakmu, aku berjingkat.
Akhirnya aku lelah. Aku pun berpura-pura tak melihat jejakmu, walaupun ada di depanku - dan masih tetap membencimu. Tapi setidaknya sekarang lebih baik, aku tak pernah bertemu denganmu.
Hari demi hari berlalu. Tuhan mengatur hidupku. Meski aku sudah cukup dewasa, aku masih belum memahami benar apa yang direncanakan-Nya.
Kau akhirnya pergi tuk selamanya, setelah sekian lama tak ku temui, dengan sangat tiba-tiba. Tak ada yang memprediksi akan secepat ini. Semua orang yang menyayangimu datang untuk berduka. Tak ada yang tau, bahwa ada yang sangat berduka untuk kau, namun tak berani datang untuk melihatmu terakhir kalinya, dialah orang yang kau cintai.
Orang yang membencimu seharusnya senang kau pergi, namun ternyata tidak demikian. Aku juga sama berdukanya dengan mereka. Bagaimanapun aku tau kau sebenarnya orang baik, yang kebaikannya selalu kupandang sebagai trik untuk mengelabuhiku. Bagaimanapun kau pernah hadir dalam hidupku, meninggalkan jejak yang tak akan hilang.
Orang yang berduka seharusnya menangis, namun ternyata tidak denganku. Aku mampu menahan air mataku dan menghibur orang yang kau cintai yang sedang menangis.
Aku menahan tangis, padahal aku ingin sekali menangis. Hingga tenggorokanku kelu menahan air mata.
Dan aku berdoa untukmu. Bagaimanapun kau orang baik, dan aku belum membalas kebaikanmu.
Jejak yang kau tinggalkan tak pernah bisa hilang, karena jejak itu hidup. Dan aku yang cukup dewasa ini pun berjanji pada diri sendiri untuk tidak membenci jejakmu.
Aku siap untuk melanjutkan kehidupanku, menyayangi jejakmu, dan tetap menahan tangis.
Selamat jalan dan terima kasih.
0 komentar:
Post a Comment
yuuk komen yuuk . . .